, Singapore

Selera Asia akan tenaga nuklir empat tahun setelah tragedi Fukushima

Pertumbuhannya sangat lambat.

Ketika gempa bumi dahsyat mengguncang Jepang pada 2011 dan merusak reaktor nuklir di Fukushima — yang mengakibatkan kehancuran nuklir yang menelan biaya miliaran dolar, baik dalam kehidupan manusia maupun dalam properti — hal ini berakibat suram bagi industri nuklir.

Kecelakaan nuklir Fukushima Daiichi menimbulkan gangguan pada banyak program nuklir di wilayah tersebut. Pertumbuhannya, meskipun masih konsisten, kini telah melambat.

Asian Power meminta para analis mengemukakan pemikiran mereka tentang masalah mendesak ini, dan dalam bagian pertama dari seri artikel empat bagian ini, mereka berbagi status atas selera Asia terhadap tenaga nuklir selama bertahun-tahun setelah tragedi Fukushima.

William S. Linton, Principal & CEO Linton Consulting: Populasi dan ekonomi Asia adalah yang paling cepat berkembang secara global.  Pertumbuhan ini membutuhkan dan akan terus membutuhkan lebih banyak pembangkit listrik.  Tentu saja, hanya ada begitu banyak cara untuk menghasilkan tenaga listrik dalam jumlah besar.

3 besar sumber utama adalah batubara, gas alam, dan nuklir.  Beberapa negara dengan iklim dan topografi yang menguntungkan untuk menghasilkan listrik dalam jumlah besar melalui tenaga air.  Makin populernya energi angin dan surya sebagian besar didorong oleh keinginan untuk meminimalkan dampak lingkungan.

Sumber-sumber ini tidak akan dengan sendirinya menghasilkan jumlah daya yang cukup dan stabil untuk memenuhi kebutuhan ekonomi yang tumbuh secara dinamis.

Diversifikasi pembangkitan dan bahan bakar merupakan hal yang sangat penting untuk memastikan pasokan jangka panjang yang stabil.  Yang mana berarti menyeimbangkan campuran pembangkit antara sumber utama batubara, gas alam, dan nuklir.

Banyak negara menghambat pembangkit batubara melalui peraturan yang makin ketat karena masalah lingkungan tentang CO2 dan emisi lainnya.  Gas alam adalah sumber daya terbatas yang mahal untuk diangkut di banyak daerah.  Sumber daya ini juga memiliki kegunaan alternatif seperti produksi bahan kimia.

Artinya nuklir harus ada dalam bauran energi untuk masa depan Asia dan selera negara-negara Asia atas nuklir pun akan tinggi.  Faktanya, Asia adalah dan akan terus menjadi pasar nuklir yang paling cepat berkembang secara global.  Tren ini kemungkinan akan meningkat.  Asia sendiri akan menjadi pusat rantai pasokan nuklir dan teknologi canggih.

Jonathan Hinze, Senior Vice President, International, The Ux Consulting Company, LLC: Secara umum, masih ada banyak minat dalam tenaga nuklir di Asia meskipun ada dampak negatif dari Fukushima.  Akan tetapi, kami telah melihat penurunan tajam dalam laju pertumbuhan setelah Fukushima.

Sebagai contohnya, Cina membangun 8-10 reaktor baru setiap tahun sampai kecelakaan Fukushima terjadi, dan kami hanya melihat 9 total konstruksinya dimulai sejak saat itu (4 pada 2012, 2 pada 2013, dan 2 sejauh ini pada 2015).  Sebagai negara dengan tenaga nuklir yang tumbuh paling cepat di Asia, perlambatan Cina setelah tragedi Fukushima adalah faktor yang sangat besar.

Dapat dikatakan bahwa "waktu habis" di Cina untuk mengevaluasi kembali dan meningkatkan peraturan keselamatan nuklirnya adalah hasil yang sangat positif dari kecelakaan Fukushima, tetapi juga telah mengurangi prospek pertumbuhan jangka pendek.  Sebagai contohnya, orang-orang berpikir bahwa Cina dapat mencapai hampir 80 GWe dalam kapasitas nuklir pada 2020 sebelum Fukushima terjadi, tetapi kami saat ini hanya mengharapkan sekitar 50 GWe agar dapat beroperasi pada akhir 2020.

Negara-negara lain jelas juga terkena dampaknya.  Sebagai negara paling maju di Asia, perubahan kebijakan energi Jepang dan pengurangan ketergantungan yang diharapkan pada tenaga nuklir dalam jangka panjang jelas merupakan sesuatu yang banyak diperhatikan  dengan cermat oleh banyak negara lain. 

Sementara Jepang tidak mungkin memperluas tenaga nuklir sebanyak itu sebelum Fukushima terjadi, sekarang kemungkinan hanya memiliki sekitar 25 GWe dalam kapasitas hingga 2030 dibandingkan dengan hampir 50 GWe sebelum tragedi itu terjadi.

Beberapa negara yang lainnya juga memunggungi nuklir.  Taiwan sedang mengalami debat politik besar tentang masalah ini, tetapi tampaknya sangat memungkinkan bahwa undang-undang baru akan disahkan yang akan menghapus semua pembangkit nuklir pada 2025.  Baik Filipina dan Singapura memiliki rencana serius sebelum Fukushima untuk memulai program tenaga nuklir, tetapi sekarang rencana ini telah ditunda tanpa batas waktu yang pasti.

Pada saat yang sama, sejumlah negara masih mengejar ekspansi atau program baru.  Korea Selatan telah mengurangi rencananya sedikit, meskipun begitu mereka masih menimbang untuk menambah 10 unit lagi selama 15 tahun mendatang ke dalam 24 unitnya yang sudah beroperasi.  India juga berkembang dengan cepat, dan bisa melihat peningkatan empat kali lipat kapasitas nuklir pada 2030.

Pakistan pun membangun lebih banyak reaktor dengan bantuan Cina.  Vietnam tetap berkomitmen pada program nuklir baru, meskipun telah menunda ini setidaknya 5 tahun. 

Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Kazakhstan juga terus secara serius mengevaluasi opsi tenaga nuklir, meskipun rencana konkret untuk reaktor komersial belum diumumkan.

Dr Jonathan Cobb, Senior Communication Manager, World Nuclear Association: Ada dukungan kuat untuk penggunaan energi nuklir di Asia. Di seluruh dunia hanya segelintir negara yang telah mengubah kebijakan energi mereka secara negatif pada energi nuklir setelah kecelakaan Fukushima.

Pemerintah, regulator, dan industri nuklir telah memeriksa apa yang telah menyebabkan kecelakaan di Fukushima dan menerapkan perubahan sebagai tanggapan terhadap apa yang telah dipelajari.

Cina memimpin penyebaran pembangkit energi nuklir, selain itu India dan Korea Selatan juga membuat langkah besar. Negara-negara ini menginginkan energi nuklir untuk memainkan peran utama dalam bauran pembangkit listrik mereka dikarenakan dapat membantu mengurangi polusi udara saat ini, menghindari emisi gas rumah kaca, dan menyediakan pasokan listrik yang andal dan aman.

Sementara itu, negara-negara lain di kawasan Asia seperti Indonesia, Filipina, Vietnam, Singapura, Thailand, Bangladesh dan Malaysia sedang mencari kemungkinan untuk memasukkan energi nuklir ke dalam bauran pasokan listrik mereka. 

PT Jawa Satu Power mulai mengoperasikan pembangkit listrik tenaga LNG sebesar 1.760 MW di Indonesia

Pembangkit ini dapat memproduksi listrik untuk 4,3 juta rumah tangga.

Barito Wind Energy mengakuisisi mayoritas saham di PT UPC Sidrap Bayu Energi

Perusahaan ini akan memegang saham sebesar 99,99% di perusahaan tersebut.

Grup NEFIN bekerja ekstra keras dalam mengejar proyek-proyeknya

CEO Glenn Lim menjelaskan bagaimana keterlambatan berubah menjadi hal baik karena perusahaan bertujuan mencapai kapasitas 667 MW pada 2026.

Summit Power International menyediakan dukungan LNG yang vital untuk Bangladesh

Tanpa pasokan listrik cross-border, LNG diperlukan oleh negara yang menghadapi kendala geografis untuk menerapkan sumber energi terbarukan.

JERA, mitra unit PT PLN untuk pengembangan rantai nilai LNG

MOU juga mencakup studi kemungkinan konversi ke hidrogen, rantai nilai amonia.

VOX POP: Bagaimana teknologi vehicle-to-grid dapat meningkatkan transisi energi?

Teknologi vehicle-to-grid (V2G) dipandang sebagai inovasi revolusioner menuju ketahanan jaringan listrik dan peningkatan transisi energi yang kokoh.

IDCTA: Partisipasi global dapat meningkatkan penjualan kredit karbon Indonesia

Pasar karbon Indonesia yang baru dibuka memiliki sebanyak 71,95% kredit karbon yang belum terjual pada akhir 2023.

Bagaimana Asia Tenggara dapat mencapai potensi biogasnya

Kawasan ini hanya memiliki sekitar satu gigawatt kapasitas dengan Thailand, Indonesia, dan Malaysia memimpin dalam hal produksi.