IEEFA: Perluasan pembangkit listrik batu bara di Indonesia dapat menunda target dekarbonisasi 2030
Dua pembangkit besar dapat menambah 53 juta ton emisi karbon bila mereka meningkatkan kapasitas.
Laporan terbaru dari Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) mengatakan bahwa peningkatan kapasitas pembangkit batu bara di Indonesia menghambat pencapaian tujuan dekarbonisasi berdasarkan Perjanjian Paris.
Dalam laporan berjudul “Indonesia’s coal companies: Some diversify, others expand capacity,” IEEFA menganalisis tujuh produsen batu bara terbesar di negara tersebut, yang secara kolektif menyumbang 27% dari total produksi.
Dari jumlah tersebut, Bayan Resources dan Geo Energy memiliki rencana untuk memperluas kapasitas, yang dapat meningkat hingga 58 juta ton (mt), kata Ghee Peh, analis keuangan energi di IEEFA dan penulis laporan tersebut.
“Perluasan output batu bara sebesar 58mt dapat mendukung 21 gigawatt (GW) dari pembangkit batu bara captive yang direncanakan, yang berpotensi menambah 53mt emisi CO2 ke total emisi Indonesia,” demikian bunyi laporan tersebut.
IEEFA mengatakan bahwa ini setara dengan setengah dari kapasitas pembangkit listrik batu bara Indonesia pada 2023 yang mencapai 40,7 GW.
Mereka juga menerima dukungan dari lembaga keuangan, dengan Bayan Resources memperoleh pinjaman $200 juta masing-masing dari Bank Permata dan Bank Mandiri, sementara Geo Energy memperoleh pinjaman $220 juta dari Bank Mandiri.
Menurut analisis tersebut, 13 GW dari proyek pembangkit captive saat ini mencakup 32% dari kapasitas batu bara 2023. Dengan tambahan 21 GW, ini dapat menambah 52% kapasitas pembangkit batu bara pada 2023, kata IEEFA.
Peh juga mencatat bahwa perluasan batu bara dan investasi peleburan logam akan berkontribusi pada pengembangan pembangkit batu bara captive.
“Karena intensitas karbonnya, pembangkit batu bara captive yang dioperasikan oleh konsumen industri dapat menghambat komitmen iklim yang diuraikan dalam Just Energy Transition Partnership (JETP) senilai $20 miliar,” kata ahli tersebut.
Sementara Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon sebesar 32% pada 2030, rencana saat ini untuk meningkatkan kapasitas batu bara bertentangan dengan target ini.
“Untuk Indonesia memenuhi komitmen iklimnya, sangat penting bagi bank dan perusahaan batu bara Indonesia dalam menyelaraskan kembali strategi mereka menuju sumber energi bersih. Peralihan ini juga penting untuk menjaga daya saing ekonomi dan memastikan masa depan yang tangguh bagi sektor energi Indonesia,” kata Peh.