‘Jalur yang mahal’ menanti Vietnam mengikuti target PDP8
Vietnam menargetkan untuk menghentikan pembangkit listrik tenaga batu bara dan mengubahnya menjadi pembangkit listrik tenaga biomassa dan amonia.
Vietnam secara bertahap berupaya mengurangi ketergantungannya pada batu bara dan akhirnya menghapuskannya secara bertahap pada 2050 berdasarkan Rencana Pengembangan Tenaga Listrik VIII atau Power Development Plan VIII (PDP8) yang baru-baru ini disetujui. Meskipun hal ini merupakan peta jalan transisi energi negara, NAMUN Vietnam dapat menghadapi hambatan ekonomi dan teknologi dalam “jalur mahal” menuju bauran energi ramah lingkungan.
Pemerintah Vietnam menyetujui PDP 2021–2030 dengan tujuan memastikan keamanan energi sekaligus memenuhi kebutuhan transisi energi. Berdasarkan rencana tersebut, negara ini berupaya meningkatkan pangsa energi terbarukan menjadi sekitar 67,5%–71,5% pada 2050.
“Akhirnya ada kejelasan mengenai rencana jangka panjang untuk mengurangi emisi dengan menargetkan lebih banyak gas dan pengembangan pembangkit listrik tenaga angin di darat. [Hal ini] memberi lebih banyak kepastian kepada pengembang energi mengenai teknologi mana yang harus mereka fokuskan,” Robert Liew, analis utama Riset Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan di Wood McKenzie, mengatakan kepada Asian Power.
Demikian pula, CEO Centre for Strategic Energy and Resources, Victor Nian mengatakan persetujuan rencana tersebut menunjukkan “komitmen kuat negara tersebut terhadap transisi energi menuju netralitas karbon.”
“Di sisi lain, ambisi ini dapat membuka jalan yang mahal bagi Vietnam untuk mencapai tujuan energi dan iklim nasionalnya,” kata Nian.
Mengonversi pembangkit listrik tenaga batu bara
Berdasarkan rencana tersebut, kapasitas pembangkit listrik tenaga batubara diperkirakan akan mencapai sekitar 30 megawatt, yang merupakan 20% dari total kapasitas pembangkit listrik pada 2030. Namun pada 2050, negara ini berencana untuk tidak lagi menghasilkan listrik dari pembangkit listrik tenaga batu bara.
Rencana tersebut juga hanya mengizinkan proyek-proyek yang sesuai dengan Rencana Induk Ketenagalistrikan VII yang telah disesuaikan dan sedang dibangun hingga 2030 untuk dilaksanakan. Selain itu, pembangkit listrik dengan masa pakai lebih dari 40 tahun diwajibkan untuk menghentikan operasinya dan, jika tidak, mengubahnya menjadi biomassa dan amonia untuk menurunkan emisi karbon.
Hal ini berarti tidak akan ada lagi pembangkit listrik tenaga batu bara baru yang dibangun di Vietnam, sementara pembangkit listrik yang ada akan terpaksa digunakan kembali untuk membakar biomassa atau amonia. Jika tidak, mereka berisiko mengalami penutupan pabrik setelah masa pakainya berakhir, kata Nian.
“Ini berarti sejumlah operator pembangkit listrik tenaga batu bara perlu mulai mencari solusi untuk retrofit dan pada saat yang sama mencari pasokan bahan bakar alternatif (misalnya biomassa atau amonia) untuk melanjutkan kehadiran mereka di pasar,” katanya.
Tenaga batu bara menyumbang 34,2% dari bauran energi Vietnam pada Mei 2023, menurut Global Energy Monitor Briefing, yang mengutip data dari PDP8.
Yanqi Cao, analis APAC Power and Renewables Research di WoodMackenzie, mengatakan pendanaan pembangkit listrik tenaga batu bara baru akan sulit karena lembaga pembiayaan mulai beralih dari batu bara.
Dan sejak Vietnam menandatangani Kemitraan Transisi Energi yang Adil atau Just Energy Transition Partnership dengan negara-negara Kelompok Tujuh (bernilai sekitar $15,5 miliar) dan menyetujui PDP, Cao mengatakan pembangkit listrik tenaga batu bara baru akan menghadapi lebih banyak tantangan dalam implementasinya.
“Untuk pembangkit listrik yang sudah ada, karena PDP berencana untuk beralih menggunakan batu bara untuk membakar biomassa dan amonia setelah 2030, para operator harus mulai melakukan persiapan dan membuat rencana awal agar tetap mendapatkan keuntungan pada transisi yang akan datang,” katanya.
'Jalur yang mahal'
Pemerintah memperkirakan bahwa berdasarkan PDP8, diperlukan modal investasi sekitar $134,7 miliar untuk memenuhi sumber listrik dan pengembangan jaringan transmisi untuk periode 2021–2030. Sekitar $119,8 miliar di antaranya akan digunakan untuk sumber listrik dan $14,9 miliar untuk jaringan transmisi.
Untuk periode 2031–2050, negara ini memerlukan investasi antara $399,2 miliar hingga $523,1 miliar, yang mana sekitar $364,4 miliar–$511,2 miliar akan dialokasikan untuk sumber daya listrik, sedangkan $34,8–$38,6 miliar akan dialokasikan untuk jaringan transmisi.
Rencana untuk menghentikan penggunaan batu bara secara bertahap akan menjadi tantangan untuk dilakukan dan dapat menimbulkan biaya yang sangat tinggi terutama karena negara ini sedang mengalami kekurangan listrik, kata Nian.
Energi terbarukan, bahkan proyek dengan opsi penyimpanan energi, mungkin masih belum mencukupi dan “tidak cukup ekonomis” untuk membenarkan penggantian batu bara secara besar-besaran. Hal ini juga dapat mempengaruhi jaringan listrik.
“Oleh karena itu, meskipun PDP8 sejalan dengan upaya dekarbonisasi global dan transisi energi, Vietnam kemungkinan besar akan menghadapi tantangan teknis, ekonomi, dan tantangan lainnya dengan strategi energi saat ini,” katanya.
Tantangan teknis akan menjadi tantangan paling krusial yang harus diatasi oleh negara ini karena adanya investasi yang signifikan untuk meningkatkan jaringan listrik, ditambah dengan penyimpanan energi.
Selain itu, Vietnam juga menghadapi tantangan-tantangan ekonomi seperti potensinya untuk menarik cukup investasi asing langsung, dan dukungan internasional, serta mendorong investor dalam negeri untuk mendukung tujuan tersebut.
“Mungkin juga terdapat hambatan peraturan terkait dengan ambisi Vietnam untuk memasukkan hidrogen dan amonia ke dalam bauran energi. Tanpa adanya kerangka peraturan yang kuat, akan sulit untuk membiayai proyek-proyek hidrogen, amonia atau terkait karena keselamatan dan risiko lain yang terkait dengan proyek-proyek tersebut,” katanya.
Liew juga mengatakan bahwa target 2030 akan menjadi tantangan karena masih ada beberapa proyek pembangkit listrik tenaga angin yang terbengkalai. Ada juga kekhawatiran mengenai penyelesaian tepat waktu dari kapasitas pembangkit listrik tenaga gas baru.
Menangani peningkatan biaya pembangkitan karena perluasan kilang LNG dan menyelesaikan proyek tepat waktu untuk kebutuhan keamanan energi juga akan menjadi masalah lain, kata Cao.
“Dibutuhkan banyak kebijaksanaan dari para pengambil keputusan untuk memenuhi target peralihan seluruh pembangkit listrik tenaga batu bara ke biomassa/amoniak dan lebih dari 60% pembangkit listrik tenaga gas yang membakar hidrogen pada 2050, sementara produksi amonia dan hidrogen saat ini sangat terbatas,” katanya.
Menarik investor
Akan sulit bagi negara ini untuk menerapkan kebijakan yang diperlukan untuk menarik investasi yang cukup untuk target energi terbarukan sambil menghindari masalah transmisi parah yang disebabkan oleh instalasi pembangkit listrik tenaga angin dan surya dalam jumlah besar, yang terjadi dari 2018 hingga 2021, kata Cao.
Dalam menarik investor untuk proyek gas dan energi terbarukan, penting untuk memberikan jaminan penyelesaian proyek,” tegas Nian.
Nian mengatakan Vietnam harus dapat memberikan semacam jaminan kepada investor atas perjanjian pembelian listrik dari proyek pembangkit listrik tenaga angin atau surya.
Pemerintah harus mampu mengidentifikasi proyek-proyek yang dapat memperoleh sertifikat energi terbarukan atau kredit karbon dan memungkinkan pembiayaan ramah lingkungan bagi proyek-proyek tersebut.
Untuk mencapai hal ini, Vietnam, serta para anggota ASEAN harus mempercepat pengembangan taksonomi yang akan menunjukkan “teknologi dan solusi yang sesuai secara regional” yang mencakup penangkapan dan penyimpanan nuklir dan karbon.