Jepang kemungkinan akan mengalami kekurangan listrik musim panas ini
Jepang masih merasakan efek pada pasokan listrik sebagai akibat dari tragedi Fukushima tahun lalu.
Menurut Debajit Das, Managing Director Aggreko Asia, ketika insiden malang itu terjadi tahun lalu, tragedi itu mengguncang industri nuklir sehingga mempertanyakan keselamatan dalam menjalankan pembangkit nuklir. Jepang yang memperhatikan keamanan pabrik dan akhirnya menutupnya di tengah-tengah sentimen publik yang semakin negatif terhadap tenaga nuklir.
“Kita berbicara tentang 36.000 megawatt, atau 36 gigawatt, tenaga nuklir, atau 76 persen dari total output tenaga nuklirnya. Satu gigawatt dari grid sama saja dengan banyak daya. Dan kalau saya tidak salah, tahun lalu mereka menutup pembangkit nuklir sampai hanya 11 gigawatt yang tersisa,” kata Mr. Das. Dia melanjutkan, “ketika Anda mempertimbangkan kesenjangan daya yang ada saat itu, kita berbicara terkait kerugian sebanyak beberapa juta USD dalam sehari."
Menjelang musim panas ini, Jepang belum memutuskan untuk memulai pembangkit nuklir, dan saat ini semua pembangkit nuklir di sana ditutup. Mr. Das memperingatkan bahwa dalam waktu dua bulan, jika Jepang tidak memiliki rencana alternatif untuk pasokan listrik, industri mungkin mengalami pemadaman.
"Seperti yang Anda tahu, industri listrik Jepang telah menderita tahun lalu, dan pengguna diminta untuk menghemat konsumsi listrik mereka. Ini semua agar Jepang mengatasi kebutuhannya saat ini akan daya dan harus melihat solusi alternatif, (untuk saya) hampir tidak masuk akal bagi Jepang untuk melewati musim panas tanpa memulai pembangkit nuklirnya, karena permintaan akan jauh lebih besar daripada penawaran," kata dia.
Dalam beberapa hari setelah bencana, Aggreko mengadakan diskusi dengan TEPCO untuk membawa tenaga tambahan ke jaringan listrik. TEPCO bergerak cepat untuk menentukan solusi teknik yang membawa kapasitas pembangkit tambahan ke Jepang.