Filipina gagal memaksimalkan potensi penuh dalam energi terbarukan
Cari tahu alasan di balik mengapa orang Filipina membayar sebesar $0,17 per kilowatt-jam untuk listrik.
Filipina dan Singapura adalah satu-satunya dua negara di kawasan Asia yang tidak memiliki subsidi energi yang pada prinsipnya efektif dalam meningkatkan efisiensi energi karena menghindari distorsi dari pasar, kata Associate ReEx Capital Asia, Shiva Susarla selama Singapore International Energy Week.
Sayangnya, hal itu menghasilkan hasil yang kontras karena sementara kurangnya subsidi energi Singapura menghasilkan energi yang lebih efisien dan berbiaya rendah, hal yang sama tidak terjadi di Filipina.
Saat ini, Filipina menurut Susarla adalah salah satu yang tertinggi di wilayah ini dengan $0,17/kwh dan ini sebagian karena kurangnya pendanaan dan kendala kebijakan Filipina dalam memanfaatkan energi terbarukan.
“Pendanaan energi terbarukan utamanya didapat melalui investasi ekuitas oleh perusahaan besar. Hanya 8-12%-nya yang berasal dari pendapatan internal. Pinjaman untuk membiayai investasi bersih biasanya bertenor 10-12 tahun tenor dan sulit diperoleh,” katanya menambahkan bahwa energi terbarukan tidak memiliki pembiayaan yang cukup dari sektor swasta.
Dalam hal kebijakan, Susarla mencatat bahwa undang-undang seperti indigenous People’s Right Act mencegah orang asing memperoleh tanah, dan dengan demikian mengakibatkan kurangnya investasi. Kebijakan negara menurutnya juga ditandai dengan penuh ketidakpastian dan penundaan.
"Negara ini telah mengumumkan mekanisme feed-in-tariff beberapa waktu lalu tetapi tidak ada yang terjadi," katanya.
Filipina, menurut ahli, tetap sangat bergantung pada bahan bakar fosil meskipun memiliki potensi besar dalam energi terbarukan.
"Bahan bakar fosil menyumbang 67% bagian dalam konsumsi listrik, 21% berasal dari hidro dan 12% panas bumi," Kata Susarla.
"Sektor panas bumi stagnan di antara yang lainnya karena hanya 43% dari sumber panas bumi potensial yang saat ini digunakan," katanya.
Sementara itu, energi angin menurutnya memiliki potensi besar, akan tetapi tidak ada yang terjadi karena adanya kendala kebijakan. Biomassa, di sisi lain, adalah satu-satunya energi terbarukan yang benar-benar tumbuh dengan cepat.