, APAC
173 views

Asia diperkirakan akan mengonsumsi lebih dari setengah energi dunia

Namun, penulis Asia’s Energy Revolution menyoroti bahwa tujuan nol-bersih masih dalam proses.

Joseph Jacobelli telah menerbitkan buku baru berjudul Asia’s Energy Revolution. Dia duduk dan berbincang bersama Managing Director dari Asian Power, Tim Charlton untuk membicarakan perubahan yang terjadi ketika wilayah itu perlahan-lahan bangkit menjadi nol-bersih.

Di mana Asia sekarang dalam transisi daya energinya?

Wilayah ini kemungkinan akan menghabiskan setidaknya $1triliun sampai  2050 dalam transisi energinya.

Saat ini, Asia mengonsumsi hampir 50% dari konsumsi energi global. Apa yang tidak diberitahukan oleh angka itu kepada kita adalah bahwa 11% dari itu berasal dari Asia maju, jadi 89% berasal dari Asia yang sedang berkembang. Banyak dari negara-negara berkembang ini sangat besar seperti Cina, India, dan Indonesia. Cina setidaknya akan meningkatkan konsumsinya tiga kali lipat, kemungkinan jika tidak lebih bisa sampai pada 2050. Lalu ada beberapa pasar negara berkembang seperti Sri Lanka, di mana konsumsi energinya dapat meningkat sebanyak 20 kali lipat. Wilayah ini akan secara ambisius menambah sumber energi bersih dan secara bertahap mengalihkan bauran energinya dari pembangkit berbasis bahan bakar fosil. Negara dengan kontroversi yang merupakan rahasia umum, tentu saja, adalah Cina.

Cina saat ini memiliki sekitar 1.080 gigawatt pembangkit listrik tenaga batubara. Para perencana mengatakan bahwa mereka akan mencapai puncaknya pada 1.100 gigawatt pada 2025. Jadi ada 20 gigawatt tambahan, tetapi itu merupakan angka bersihnya. Mereka sebenarnya membangun pabrik yang lebih baru dan menutup yang lebih tua atau lebih kecil. Pertanyaan besarnya adalah dengan nuklir karena mereka akan membutuhkan sejumlah pembangkit yang sangat besar untuk mengimbangi pembangkit listrik tenaga batubara yang kemungkinan akan ditutup. Cina memiliki sekitar 50 gigawatt energi nuklir pada akhir 2020 dan menargetkan 75 gigawatt pada 2025. Pertanyaan besarnya adalah apakah jumlahnya akan menjadi 300 atau 500 gigawatt pada2050. Cina telah mengkhawatirkan keselamatan nuklir sehingga mereka tidak akan memasang gigawatt energi nuklir jika mereka tidak 100% nyaman dengan keamanan teknologi.

Untuk batubara, sekarang ada tekanan global yang lebih besar, yaitu emisi nol-bersih pada 2050. Jadi banyak negara sangat ambisius dalam mengeksplorasi alternatif energi hijau — dan itu tidak terbatas pada energi surya dan angin. Kita tahu bahwa beberapa negara, seperti Thailand dan Vietnam, telah sangat berhasil dalam memperkenalkan daya energi yang lebih hijau dan berkelanjutan. Saya mengharapkan peningkatan substansial di wilayah ini dalam angin lepas pantai dan mengambang, tata surya yang lebih terdesentralisasi, dan lebih banyak penyimpanan energi.  

Minimal, Anda harus menggunakan karbon yang rendah. Maka Asia Tenggara harus benar-benar menghasilkan blueprint yang lebih kredibel seperti yang diinginkannya.

Dalam buku Anda, Anda berbicara tentang kebangkitan dramatis kendaraan listrik. Bagaimana ini akan berdampak pada konsumsi listrik?

Memang, dalam buku ini, saya membahas satu faktor utama yang mendukung pertumbuhan konsumsi, mobilitas listrik, dan satu faktor pembatas, yaitu efisiensi energi. Saya berpendapat bahwa faktor kenaikan nilai investasi yang terprediksi sangat mungkin terjadi sementara faktor pembatas tidak mungkin diterapkan secara efektif di seluruh wilayah. Pada e-mobility, contohnya yang merupakan langkah "upside" nya adalah Singapura. Semua kendaraan, seperti bus, taksi, dll., akan menjadi kendaraan energi bersih pada 2040. Hal ini berarti tingkat elektrifikasi di industri transportasi di tempat-tempat seperti Singapura juga akan menembus atap, dan itu sedang direplikasi di tempat lain seperti Cina. Jepang sedikit melambat dalam hal target yang sulit, tetapi ada negara-negara seperti Thailand, Sri Lanka, dan bahkan Pakistan, dengan target kendaraan listrik (EV). Jadi kita akan melihat lebih banyak penetapan tujuan dan nomor kendaraan listrik bertenaga baterai. Yang mengartikan bahwa akan dibutuhkan lebih banyak pembangkit listrik.

Mari kita bicara tentang pasar tertentu dan, mungkin, mulai dengan Australia, yang merupakan yang paling maju sepanjang perjalanan deregulasi pasar energinya.

Beberapa figur, terutama para politisi, mengatakan bahwa Australia telah mengalami deregulasi yang gagal, tetapi saya sebenarnya tidak setuju karena konsumen Australia sekarang memiliki pilihan. Baik perumahan, komersial, atau industri, saat ini, pengguna berbelanja dengan harga yang terbaik. Selain itu, kualitas layanannya pun telah jauh meningkat.

Masalahnya, bagaimanapun, adalah selalu saja terkait dengan pemerintah federal karena industri batubara dan gas sangat besar bagi perekonomian di Australia; jadilah distorsi ini telah terus-menerus terjadi.

Namun demikian, negara bagian dan sektor swasta telah berhasil mendorong transisi energi. Misalnya, ada 15 gigawatt atap surya seperti yang kita bicarakan hari ini, jadi itu benar-benar menakjubkan.  Ada juga proyek energi bersih besar yang sedang direncanakan. Proyek ini termasuk Asian Renewable Energy Hub, yang akan memakan waktu sepuluh tahun dan biaya sekitar A$36 miliat ($25,2 miliar). Asian Renewable Energy Hub akan melibatkan pembangunan fasilitas angin dan matahari besar sekitar 26 gigawatt di wilayah Pilbara Timur Australia Barat. Proyek lainnya adalah proyek Sun Cable 10 gigawatt, yang disebut Australian-ASEAN Power Link, yang akan memakan waktu sekitar tujuh tahun dan biaya sekitar A$22 miliar ($15,4 miliar) untuk dikembangkan.

Sekarang, mari kita bergeser ke Hong Kong. Apa yang sedang terjadi di sana?

Saya tinggal di Hong Kong dan dua utilitas utama di sini adalah CLP Power Hong Kong dan Hongkong Electric. Mereka telah mengalihkan bauran energi mereka ke gas, perlahan tetapi pasti, dan akan terus berlanjut. Perusahaan-perusahaan tersebut beroperasi dengan pengembalian berbasis tarif, yang berarti bahwa perusahaan diperbolehkan mengembalikan investasi dari aset bersih, berdasarkan kontrak jangka panjang dengan pemerintah. Dua Schemes of Control Agreements akan berakhir pada 2033. Pertanyaan besarnya adalah apakah kontrak ini akan diperpanjang atau tidak? Saat ini, kedua perusahaan memiliki monopoli virtual atas pembangkit listrik dan pasokan. Jadi, apakah hal tersebut akan putus dan apa yang terjadi pada aset yang terdampar?

Agar Hong Kong menggunakan lebih banyak listrik berenergi hijau, Hong Kong dapat mengimpor lebih banyak energi nuklir dari Cina Daratan dan juga dapat mengimpor tenaga surya atau angin. Jadi hal pertama yang perlu ditangani adalah nasib perjanjian kontrak antara utilitas dan pemerintah pasca-2033. Kemudian, pertanyaan besar lainnya adalah apakah Hong Kong akan 100% mengadopsi kebijakan energi Cina, yang mana sejauh ini, belum terjadi. Artinya mengadopsi pasar daya yang dideregulasi dan memprioritaskan sumber daya energi bersih.

Di daratan, generator dapat menjual langsung ke pengguna komersial dan industri, seperti di Singapura atau di Australia. Mereka tidak diizinkan melakukannya dengan sektor perumahan atau pertanian. Hal tersebut adalah salah satu deregulasi yang Anda miliki di Cina Daratan yang tidak Anda miliki di Daerah Administratif Khusus. Bagian keduanya adalah energi bersih. Cina adalah pemimpin energi bersih global yang tak terbantahkan dalam hal seberapa banyak yang telah dibangunnya, dalam cara mengelola kapasitasnya, dan dalam hal perencanaannya. Dapat diambil contoh, ada  pembangkit angin lepas pantai di dekat Hong Kong tetapi mereka tidak menjual listrik ke Hong Kong, mereka menjual listrik kembali ke Cina Daratan. Negara ini memiliki 570,5 gigawatt dalam kapasitas energi surya dan angin pada akhir Agustus; dan dalam delapan bulan pertama 2021, dia menambahkan 36,7 gigawatt.

Mari kita bicara tentang bagaimana Anda melihat revolusi pembiayaan hijau.

Saya akan membaginya menjadi dua konsep. Salah satunya adalah pembiayaan vanilla biasa. Misalnya, pada akhirnya, obligasi hijau hanyalah obligasi. Sekarang Anda memiliki obligasi generasi yang baru, termasuk obligasi terkait keberlanjutan, di mana perusahaan akan menerbitkan obligasi dan jika memenuhi target XYZ, pada tahun berapa pun, mereka akan membayar tingkat kupon yang sedikit lebih rendah. Jika mereka tidak mengimbangi obligasi tersebut, mereka akan membayar biaya kupon dengan sedikit lebih tinggi. Saya berharap pasar kredit Asia akan memasuki tren di tahun-tahun mendatang. Baru-baru ini saya memperkirakan jumlah penerbitan obligasi tersebut dapat mencapai $350 miliar pada 2025 dari $53 miliar pada 2020.

Di sisi ekuitas publik, kami belum melihat sejumlah besar perusahaan hijau dan berkelanjutan yang terdaftar di wilayah ini. Saya pikir apa yang akan terjadi berkaitan dengan portofolio hijau perusahaan, seperti beberapa kelompok tenaga listrik besar di wilayah tersebut, akan terdaftar di pasar saham selama beberapa tahun ke depan.

Di sisi pinjaman, bank-bank Asia bergerak lambat dalam mengadopsi target emisi nol-bersih, sedangkan, di Eropa, sejumlah besar bank mengatakan bahwa pada 2050 mereka akan memiliki portofolio emisi nol-bersih. Hal ini juga mempunyai arti bahwa pinjaman kepada perusahaan hijau dan berkelanjutan akan menjadi jauh lebih tinggi.

Kami telah melihat beberapa langkah dari bank-bank Singapura seperti DBS dan OCBC untuk memotong pinjaman ke proyek-proyek berbahan bakar batu bara dan kami telah melihat bank-bank Cina menjadi ambisius dalam menetapkan target nol-bersih. Akan tetapi, bank lainnya bergerak agak lambat. Oleh karena itu, saya pikir tren kedua yang harus kita lihat selama lima tahun ke depan adalah lebih banyak bank Asia yang menyatakan target emisi nol-bersih mereka. Aksi itu akan banyak membantu dengan pendanaan proyek hijau dan berkelanjutan di wilayah tersebut.

Satu poin terakhir adalah bahwa ada sejumlah besar modal di pasar ekuitas swasta saat ini di Asia mencari proyek hijau dan berkelanjutan. Terlepas dari dana ekuitas swasta, kami juga menyaksikan lebih banyak investasi hijau dan berkelanjutan dari perusahaan, dan, tidak hanya dari tenaga listrik atau perusahaan energi lainnya tetapi juga dari perusahaan di sektor lain. Contohnya adalah proyek energi hijau kecil dan berkelanjutan oleh perusahaan real estate Hong Kong, Swire Properties, baik di Hong Kong maupun di Cina. 

Follow the links for more news on

PT Jawa Satu Power mulai mengoperasikan pembangkit listrik tenaga LNG sebesar 1.760 MW di Indonesia

Pembangkit ini dapat memproduksi listrik untuk 4,3 juta rumah tangga.

Barito Wind Energy mengakuisisi mayoritas saham di PT UPC Sidrap Bayu Energi

Perusahaan ini akan memegang saham sebesar 99,99% di perusahaan tersebut.

Grup NEFIN bekerja ekstra keras dalam mengejar proyek-proyeknya

CEO Glenn Lim menjelaskan bagaimana keterlambatan berubah menjadi hal baik karena perusahaan bertujuan mencapai kapasitas 667 MW pada 2026.

Summit Power International menyediakan dukungan LNG yang vital untuk Bangladesh

Tanpa pasokan listrik cross-border, LNG diperlukan oleh negara yang menghadapi kendala geografis untuk menerapkan sumber energi terbarukan.

JERA, mitra unit PT PLN untuk pengembangan rantai nilai LNG

MOU juga mencakup studi kemungkinan konversi ke hidrogen, rantai nilai amonia.

VOX POP: Bagaimana teknologi vehicle-to-grid dapat meningkatkan transisi energi?

Teknologi vehicle-to-grid (V2G) dipandang sebagai inovasi revolusioner menuju ketahanan jaringan listrik dan peningkatan transisi energi yang kokoh.

IDCTA: Partisipasi global dapat meningkatkan penjualan kredit karbon Indonesia

Pasar karbon Indonesia yang baru dibuka memiliki sebanyak 71,95% kredit karbon yang belum terjual pada akhir 2023.

Bagaimana Asia Tenggara dapat mencapai potensi biogasnya

Kawasan ini hanya memiliki sekitar satu gigawatt kapasitas dengan Thailand, Indonesia, dan Malaysia memimpin dalam hal produksi.