, Southeast Asia
286 views
Photo from NEFIN Group.

Grup NEFIN bekerja ekstra keras dalam mengejar proyek-proyeknya

CEO Glenn Lim menjelaskan bagaimana keterlambatan berubah menjadi hal baik karena perusahaan bertujuan mencapai kapasitas 667 MW pada 2026.

Bagi Grup NEFIN, beberapa tahun mendatang akan difokuskan pada kembali ke jalur dan mengembangkan proyek-proyeknya yang seharusnya selesai pada 2023. Sebuah kapasitas total 65 megawatt terhenti karena lonjakan harga komponen-komponen tenaga surya.

"Kami harus sengaja menunda proyek tersebut agar selesai pada tanggal yang implementasinya lebih ekonomis," kata CEO Grup NEFIN Glenn Lim kepada Asian Power.

Badan Energi Internasional (IEA) menyatakan bahwa harga baja, tembaga, aluminium, dan polisilikon naik pada 2020 karena adanya tantangan rantai pasokan, dengan harga rata-rata bulanan polisilikon mencapai puncaknya pada 2022 yaitu sekitar empat kali lipat dari 2020.

Di Cina, harga baja yang merupakan bahan konstruksi utama untuk pembangkit listrik tenaga surya skala utilitas dan pembangkit angin darat meningkat sebesar 75%.

Tetapi pada 2023, biaya modal untuk ultilitas  PLTS di Asia Pasifik turun sebesar 29%, menghasilkan penurunan rata-rata 23% dalam biaya listrik. Tenaga surya terdistribusi terjadi  penurunan biaya sebesar 26%; teknologi tersebut kini 12% lebih murah dari harga listrik rumah tangga, menurut Wood Mackenzie.

Penurunan ini menjadikan tenaga surya utilitas sebagai sumber daya listrik termurah di wilayah tersebut, melampaui batu bara konvensional.

Jadi, penundaan tersebut tidak hanya logis, tetapi juga langkah cerdas bagi Grup NEFIN.

“Prioritas tertinggi adalah untuk mengaktifkan kapasitas kami secara online, terutama yang kami tunda karena kekuatan pasar yang tidak terduga selama beberapa tahun terakhir, bisa sesegera mungkin,” kata Lim. “Kami ingin mengejar. Pada 2026, kami ingin mencapai 667 megawatt. Jadi upaya mengejar ketertinggalan dalam dua tahun berikutnya akan menjadi sangat sulit.”

Perusahaan juga mendapat  proyek surya puncak 45 megawatt dari Komisi Energi Malaysia di bawah Corporate Green Power Programme, yang dioperasikan sebagai virtual power purchase agreement (PPA).

Proyek yang terletak di Teluk Intan, Perak, yang biayanya $27.8 juta (RM130 juta), itu dimulai konstruksinya pada 2024 dan diharapkan menghasilkan 60.750 megawatt-jam listrik setiap tahunnya, kata Lim kepada Asian Power.

Bagaimana kinerja perusahaan pada 2023 dan apa tantangan utama yang dihadapinya?

Kami cukup berhasil. Kami meningkatkan pendapatan kami sebesar 40%. Kami berhasil mengamankan kapasitas substansial di seluruh Asia. Proyek-proyek yang kami harapkan mulai dibangun tahun ini akan melebihi 100 megawatt.

Pada awal 2023, kami mengalami peningkatan tajam pada beberapa komponen proyek surya karena peningkatan suku bunga global dan inflasi yang membuat beberapa proyek kami tidak ekonomis. Oleh karena itu, kami harus sengaja menunda proyek tersebut agar selesai pada waktu yang implementasinya lebih ekonomis.

Secara mengejutkan, pasar sangat fluktuatif. Menjelang paruh kedua tahun, lonjakan harga yang tiba-tiba di awal, membuat proyek-proyek kami menjadi layak secara finansial. Sekarang, kami harus meningkatkan kapasitas kami. Artinya apa yang seharusnya dilakukan dalam satu tahun sekarang ditunda hingga paruh kedua tahun, dan ini harus dipadapatkan pengerjaannya.\

Namun, kami hanya memiliki jumlah staf yang tidak banyak sehingga orang-orang kami bekerja dua atau tiga kali lipat dari kapasitas mereka. Itulah masalah yang kami hadapi. Kami tidak ingin terburu-buru. Jadi beberapa proyek kami melewati dari target kami tahun lalu untuk siap beroperasi, dan itu tertunda hingga kuartal pertama tahun ini. Tetapi kami menargetkan 95% akan selesai pada kuartal pertama  tahun ini yang tertunda tahun lalu. Tahun ini, pipeline proyek terlihat sangat kuat dan baik.

Berapa banyak proyek atau megawatt yang ditunda ke Q1 2024?

Jumlah ini cukup substansial: sekitar 65 megawatt. Penundaan ini tidak selalu buruk. Untuk menjadi objektif, ya, ada penundaan; tetapi karena penurunan harga komponen yang tiba-tiba besar, proyek tersebut menjadi sangat baik. Penundaan mungkin adalah berkah Tuhan bahwa untungnya, kami tidak memulai lebih awal.

Pemerintah Malaysia memberikan NEFIN dengan proyek ladang surya 45 MWp. Bisakah Anda memberi tahu lebih banyak tentang ini?

Proyek ini sudah berjalan jauh. Kami mulai bekerja dengan Intel pada Desember 2016. Sepanjang perjalanan, kami berharap pemerintah memungkinkan PPA virtual di mana perusahaan seperti Intel dapat memperoleh listrik hijau, tidak hanya melalui atap mereka, tetapi dari cara virtual. Dan berkat kepemimpinan baru Malaysia, yang memungkinkan kebijakan ini, dan membuatnya mungkin bagi banyak perusahaan untuk mencapai tujuan karbon-netral mereka.

Peluang atau pasar apa lagi yang akan dimasuki atau dimanfaatkan oleh Grup NEFIN?

Nomor satu adalah ASEAN (Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara) tentu saja, karena nomadisme pabrik di ASEAN. Indonesia, Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Thailand, semua ini adalah pasar bagi produsen. Lokasi-lokasi ini bagus untuk pabrik. Tetapi kami juga melihat beberapa pasar unik seperti Filipina yang memiliki permintaan besar untuk listrik dalam enam tahun ke depan, dari sekarang hingga 2030, jadi itu adalah pasar yang sedang berkembang bagi kami.

Kami juga melihat bahwa Taiwan, sebagai pulau super, juga ingin mengurangi ketergantungannya pada gas petroleum cair (LPG). Harga LPG selama 12 hingga 18 bulan terakhir melonjak tinggi karena perang Rusia-Ukraina. Akan tidak berkelanjutan untuk memiliki sumber tunggal energi tersebut dalam menjaga ekonomi. Selalu ada kebutuhan untuk mengaktifkan energi terbarukan atau alternatif lainnya seperti mungkin nuklir, energi angin, surya, dan hidroenergi.

Apakah NEFIN juga mengeksplorasi sektor terbarukan lainnya?

Di Cina, kami berinvestasi dalam penyimpanan baterai, kami melakukan pengurangan permintaan puncak, pergeseran beban, dan tanggapan permintaan. Kami mengeksplorasi beberapa proyek hijau tetapi pada saat ini, kami tidak berpikir bahwa proyek apa pun ini bisa dilaksanakan hingga 2026. Tahun 2024 hingga 2026 akan difokuskan terutama pada baja, baterai surya, efisiensi energi, dan fokus optimasi HVAC (pemanasan, ventilasi, dan pendinginan).

Apa yang akan menjadi prioritas Anda untuk perusahaan tahun ini?

Prioritas tertinggi adalah untuk mengaktifkan kapasitas kami secara online, terutama yang kami tunda karena kekuatan pasar yang tidak terduga selama beberapa tahun terakhir, sesegera mungkin. Kami ingin mengejar. Pada 2026, kami ingin mencapai 667 megawatt. Jadi dua tahun berikutnya untuk mengejar akan sangat padat.

Sebenarnya, ini adalah ujian bagi perusahaan kami yang hanya berdasarkan kapasitas aset. Namun, selain itu, kami tidak ingin meningkatkan aset kami begitu saja, tetapi pada akhirnya, kami tidak mencapai tujuan dekarbonisasi pelanggan kami. Jadi di perusahaan kami, kami tidak mengukur diri kami berdasarkan pertumbuhan atau kapasitas, tetapi kami sangat memperhatikan apa yang kami lakukan untuk membantu pelanggan kami mendekarbonisasi dengan lebih cepat, lebih murah, dan lebih aman.

$1 = RM4.68

 

PT Jawa Satu Power mulai mengoperasikan pembangkit listrik tenaga LNG sebesar 1.760 MW di Indonesia

Pembangkit ini dapat memproduksi listrik untuk 4,3 juta rumah tangga.

Barito Wind Energy mengakuisisi mayoritas saham di PT UPC Sidrap Bayu Energi

Perusahaan ini akan memegang saham sebesar 99,99% di perusahaan tersebut.

Grup NEFIN bekerja ekstra keras dalam mengejar proyek-proyeknya

CEO Glenn Lim menjelaskan bagaimana keterlambatan berubah menjadi hal baik karena perusahaan bertujuan mencapai kapasitas 667 MW pada 2026.

Summit Power International menyediakan dukungan LNG yang vital untuk Bangladesh

Tanpa pasokan listrik cross-border, LNG diperlukan oleh negara yang menghadapi kendala geografis untuk menerapkan sumber energi terbarukan.

JERA, mitra unit PT PLN untuk pengembangan rantai nilai LNG

MOU juga mencakup studi kemungkinan konversi ke hidrogen, rantai nilai amonia.

VOX POP: Bagaimana teknologi vehicle-to-grid dapat meningkatkan transisi energi?

Teknologi vehicle-to-grid (V2G) dipandang sebagai inovasi revolusioner menuju ketahanan jaringan listrik dan peningkatan transisi energi yang kokoh.

IDCTA: Partisipasi global dapat meningkatkan penjualan kredit karbon Indonesia

Pasar karbon Indonesia yang baru dibuka memiliki sebanyak 71,95% kredit karbon yang belum terjual pada akhir 2023.

Bagaimana Asia Tenggara dapat mencapai potensi biogasnya

Kawasan ini hanya memiliki sekitar satu gigawatt kapasitas dengan Thailand, Indonesia, dan Malaysia memimpin dalam hal produksi.