, Philippines

Mengapa pergeseran energi Filipina berjalan terlalu lama?

Para analis memperingatkan; Jangan tertipu oleh lingkungan investasinya yang menarik.

Sama seperti negara-negara tetangganya, Filipina tengah fokus pada pengalihan sumber energi terbarukan dan perlahan-lahan melepaskan ketergantungannya pada batubara, minyak, dan gas untuk kebutuhan energinya. Pasar di negara itu, secara teori, menarik bagi investor Thailand dan Indonesia, tetapi sayangnya daya tarik tersebut dirusak oleh timpangnya kebijakan yang membuat para analis frustrasi.

Pengumuman proyek baru-baru ini membuktikan daya tarik investasi Filipina termasuk pengiriman modul 92,5MW dari manufaktur Cina, JA Solar Holdings. Ini merupakan pasokan pertama JA Solar ke pasar energi terbarukan Filipina dan mewakili pandangan analis bahwa produsen tenaga surya Cina akan semakin beralih ke pasar energi terbarukan Asia yang berkembang pesat untuk mengimbangi beberapa kelebihan kapasitas di pasar domestik mereka. Perusahaan energi terbarukan Conergy juga mengumumkan pada Oktober 2015 bahwa mereka mengembangkan kapasitas tenaga surya lebih dari 200 MW di seluruh Filipina.

"Kami sebelumnya telah mencatat dalam analisis kami bahwa masalah pasokan listrik yang sedang berlangsung di Filipina akan secara bertahap meningkat selama beberapa tahun mendatang karena jaringan proyek daya yang kuat telah diluncurkan. Meskipun jaringan proyek didominasi oleh batubara, jaringan untuk energi terbarukan juga menguat, di balik lingkungan peraturan yang kuat untuk menarik perusahaan energi terbarukan ke pasar," kata Georgina Hayden, senior energy & infrastructure analyst, BMI Research.

Pemerintah tampaknya berkomitmen untuk memperluas industri energi terbarukan domestik dan telah menerapkan sejumlah kebijakan untuk mendorong investasi. Ini termasuk insentif pajak, impor peralatan bebas bea, program feed-in tariff (FIT), pengukuran bersih dan kuota utilitas - di antara peraturan lainnya. Lebih lanjut lagi, menurut Hayden, Filipina memiliki beberapa tarif listrik tertinggi di kawasan Asia Tenggara, yang memungkinkan pengembalian serta pendapatan yang menarik bagi calon pengembang.

Skenario ini tampaknya cukup layak dan menarik bagi investor, tetapi Roberto S. Verzola, executive director dari Center for Renewable Electricity Strategies (CREST), berpikir sebaliknya.

Skenario “business-as-usual” dari  Philippine Energy Plan 2012-2030 mengharapkan permintaan puncak meningkat menjadi 23.158 MW pada tahun 2030. Untuk memenuhi permintaan puncak ditambah margin cadangan yang diperlukan, kapasitas minimal 25.788 MW harus siap pada tahun itu.

Verzola mengatakan bahwa dengan penambahan kapasitas 1.767MW sudah dilakukan, rencana tersebut masih membutuhkan penambahan baru sebesar 11.400 MW selama periode perencanaan, untuk membawa total kapasitas pada tahun 2030 menjadi 27.714 MW. Angka ini sebanyak 1.926 MW di atas pasokan yang diperlukan 25.788 MW, yang mungkin bertujuan untuk menutupi berhentinya operasional pembangkit listrik yang sudah tua.

“Jika kita mengurangi permintaan menggunakan langkah-langkah efisiensi energi dan menutupi permintaan yang diperkecil hanya dengan energi terbarukan, maka permintaan puncak akan meningkat lebih lambat dari biasanya dan penambahan hanya energi terbarukan akan mencukupi hingga 2030 untuk memenuhi permintaan puncak ditambah persyaratan cadangan sebesar 670 MW, berdasarkan rencana pemerintah yang ada pada tahun 2012,” dia menegaskan.

"Ironisnya lagi," tambahnya, "pemerintah Filipina justru mendukung konstruksi 23 pabrik batubara yang dijadwalkan berlangsung hingga setidaknya tahun 2020, menyia-nyiakan peluang emas bagi negara itu untuk menunjukkan kepada dunia bagaimana membuat transisi energi untuk listrik terbarukan."

Fernando Vidaurri dari Dezan Shira & Associates, sependapat dengan pandangan Verzola, mengatakan bahwa salah satu alasan energi terbarukan mengalami pertumbuhan yang lambat adalah bahwa investasi dalam industri ini tidak dilihat menawarkan pengembalian investasi yang sama dengan bahan bakar fosil.

“Selain biaya, investasi telah dipengaruhi oleh proses perizinan yang lambat. Untuk alasan ini, pelaku industri surya telah mulai memberikan lebih banyak tekanan pada pemerintah untuk meningkatkan insentif investasi dan memproses izin proyek dengan lebih cepat,” kata Vidaurri.

PT Jawa Satu Power mulai mengoperasikan pembangkit listrik tenaga LNG sebesar 1.760 MW di Indonesia

Pembangkit ini dapat memproduksi listrik untuk 4,3 juta rumah tangga.

Barito Wind Energy mengakuisisi mayoritas saham di PT UPC Sidrap Bayu Energi

Perusahaan ini akan memegang saham sebesar 99,99% di perusahaan tersebut.

Grup NEFIN bekerja ekstra keras dalam mengejar proyek-proyeknya

CEO Glenn Lim menjelaskan bagaimana keterlambatan berubah menjadi hal baik karena perusahaan bertujuan mencapai kapasitas 667 MW pada 2026.

Summit Power International menyediakan dukungan LNG yang vital untuk Bangladesh

Tanpa pasokan listrik cross-border, LNG diperlukan oleh negara yang menghadapi kendala geografis untuk menerapkan sumber energi terbarukan.

JERA, mitra unit PT PLN untuk pengembangan rantai nilai LNG

MOU juga mencakup studi kemungkinan konversi ke hidrogen, rantai nilai amonia.

VOX POP: Bagaimana teknologi vehicle-to-grid dapat meningkatkan transisi energi?

Teknologi vehicle-to-grid (V2G) dipandang sebagai inovasi revolusioner menuju ketahanan jaringan listrik dan peningkatan transisi energi yang kokoh.

IDCTA: Partisipasi global dapat meningkatkan penjualan kredit karbon Indonesia

Pasar karbon Indonesia yang baru dibuka memiliki sebanyak 71,95% kredit karbon yang belum terjual pada akhir 2023.

Bagaimana Asia Tenggara dapat mencapai potensi biogasnya

Kawasan ini hanya memiliki sekitar satu gigawatt kapasitas dengan Thailand, Indonesia, dan Malaysia memimpin dalam hal produksi.