Pertempuran Thailand vs ketergantungan gas memanas dalam dorongannya untuk tenaga surya
Ketergantungan harus dikurangi menjadi 40% pada 2036.
Dalam laporan Outlook Energi Asia Tenggara 2015, International Energy Agency mengatakan Thailand, bersama dengan Kamboja, Indonesia, Malaysia dan Vietnam sering dirujuk memiliki potensi kuat untuk pengembangan tenaga surya.
Namun, Dr. Ulrich Eder, managing director firma hukum yang berbasis di Bangkok, Pugnatorius, mengatakan bahkan di bawah ASEAN Economic Community 2015, pasar tenaga surya tetap heterogen dan terfragmentasi.
Di Thailand, pengembang dan bank makin sadar bahwa junta militer dapat menggunakan pemberdayaannya yang tidak terbatas dalam Konstitusi sementara untuk mengubah kerangka hukum secara surut, yang membuat seluruh proyek tenaga surya menghadapi risiko politik yang tinggi, kata Eder.
"Industri surya memperoleh daya saing dan bersiap untuk menghindari pembatasan hukum dan bisnis yang datang dengan feed-in tariff premium. Di beberapa daerah, hal ini akan menjadi elemen yang mengganggu dan memberikan tekanan yang meningkat pada pemerintah serta merombak pasar energi yang ada. Kita akan melihat pemenang dan pecundang," katanya.
Eder menambahkan bahwa dia tidak berharap untuk melihat perubahan besar dan dislokasi dalam dua tahun ke depan.
"Pasar yang ada akan berkembang dan makmur serta industri surya yang menghindari risiko dan sadar terhadap biayanya tidak akan tertarik untuk mengembangkan pasar baru sebelum wilayah yang diketahui panen dan saturated," katanya.
Georgina Hayden, senior energy and infrastructure analyst di BMI Research mengatakan prospeknya terlihat optimistis di sektor energi terbarukan Asia Tenggara.
"Mengingat lingkungan investasi yang membaik dan pipeline proyek yang berkembang, perkiraan kapasitas energi terbarukan kami untuk kawasan Asia Tenggara sangat konstruktif. Kami mengharapkan pasar terbesar di kawasan ini, dalam hal kapasitas - Thailand, Filipina dan Indonesia - masing-masing meningkat 160%, 82% dan 132% selama periode yang menurut perkiraan kami antara 2015 dan 2024," katanya.
Data dari BMI Research menunjukkan perbedaan paling menonjol antara bauran listrik Thailand saat ini dan yang diperkirakan untuk 2026/2036 adalah pengurangan kontribusi listrik berbahan bakar gas. Mengurangi ketergantungan Thailand pada gas adalah prioritas pemerintah, mengingat lintasan produksi gas domestik dan ketergantungan negara itu pada Myanmar terhadap gas. Myanmar saat ini menyumbang sekitar 25% dari total konsumsi gas Thailand, tetapi pemerintah Burma ingin mengurangi volume ekspor karena ingin mempertahankan lebih banyak gasnya untuk konsumsi domestik dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.
"Secara keseluruhan, kami mengharapkan kapasitas energi terbarukan non-hidro meningkat dari basis kapasitas terpasang sekitar 3 GW (perkiraan BMI 2014) menjadi lebih dari 9,5 GW pada akhir periode yang menurut perkiraan kami pada 2024. Tenaga surya akan mendominasi bauran kapasitas energi terbarukan, berkontribusi lebih dari 56% terhadap total pada 2024, dan membukukan tingkat pertumbuhan rata-rata tahunan dalam kapasitas lebih dari 15% antara 2015 dan 2024," kata Hayden.
BMI Research menyoroti bahwa Thailand muncul sebagai tujuan yang menarik untuk investasi energi terbarukan, disorot oleh minat investor yang meningkat di pasar. Pemerintah telah memperkenalkan sejumlah kebijakan untuk mendukung pertumbuhan di industri dan mendorong investasi, termasuk feed-in tariff, insentif pajak dan pembayaran produksi energi.
Tumbuhnya minat investor di pasar - terutama dari pengembang dan produsen energi surya Cina, menjadikan Thailand sebagai negara yang menjanjikan untuk energi matahari. Target terbarukan Thailand yang ambisius, lingkungan kebijakan yang mendukung, dan tujuan perusahaan tenaga surya Cina untuk memanfaatkan pasar energi terbarukan yang muncul di kawasan Asia yang lebih luas mendukung pandangan ini, kata Hayden.
"Kami sebelumnya telah menyatakan dalam analisis kami bahwa Thailand muncul sebagai tujuan yang menarik untuk investasi energi terbarukan, karena pemerintahnya berupaya mengurangi ketergantungan negara tersebut pada pembangkit listrik berbahan bakar gas dan memasukkan sumber-sumber lain ke dalam bauran listrik, termasuk energi terbarukan. Menurut power development plan (PDP) baru 2015-36, negara ini akan berupaya mengurangi ketergantungannya pada pembangkit listrik gas dari tingkat saat ini 70% menjadi 40% pada 2036, dengan perkiraan 20% berasal dari sumber terbarukan, " kata dia.
Hayden mengatakan meningkatnya daya tarik pasar energi terbarukan Thailand tercermin dalam minat investor yang tumbuh di pasar - terutama dari pengembang dan produsen energi surya Cina. Pengumuman proyek selama tiga bulan terakhir membuktikan pandangan ini, dengan Symbior Solar yang berbasis di Hong Kong mengumumkan pada Agustus 2015 bahwa mereka akan mengembangkan tiga proyek tenaga surya baru di Thailand (dalam hubungannya dengan perusahaan Jerman, Conergy) menambah portofolio kapasitas SymbiorSolar dari enam fasilitas surya dengan kapasitas gabungan sebanyak 30MW di seluruh Thailand. Selanjutnya, pada Juni 2015, produsen panel Cina, Suntech Power, menandatangani kesepakatan dengan perusahaan Thailand, Gunkul Engineering, untuk memasok komponen untuk 63MW kapasitas matahari di negara ini. Menurut perusahaan tersebut, Suntech telah memasok sekitar 260 MW kapasitas panel ke proyek-proyek tenaga surya Thailand.
"Basis data proyek energi terbarukan kami juga menyoroti kehadiran Cina yang makin meningkat di industri energi terbarukan Thailand. Dari jumlah total proyek dalam pipeline (dalam berbagai tahap pengembangan), 14%-nya melibatkan produsen atau developer dari Cina, persentase tertinggi kedua setelah perusahaan domestik Thailand," katanya.
Selain kebijakan yang mendukung dan lingkungan peraturan serta komitmen kuat dari pemerintahnya untuk diversifikasi campuran daya, Hayden mengatakan perusahaan-perusahaan Cina tengah menargetkan sektor surya Thailand untuk mengimbangi pembatasan yang dihasilkan dari perselisihan perdagangan yang sedang berlangsung antara Cina dan Amerika Serikat dan Persatuan Eropa.
European Commission dan US International Trade Commission telah menerapkan bea masuk anti-dumping dan tarif pada produk solar Cina untuk membantu mendukung industri manufaktur solar domestik mereka, membatasi permintaan panel Cina di pasar-pasar ini.
Oleh karena itu, perusahaan tenaga surya Cina makin fokus pada permodalan di pasar energi terbarukan yang muncul di wilayah Asia secara lebih luas, di mana menurut mereka Thailand merupakan sebuah pilihan yang menarik, katanya.