Regulasi baru Indonesia mempercepat transisi energi
Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 untuk membatasi pembangkit listrik tenaga batu bara dan secara bertahap mengurangi konsumsi batu bara.
Saat ini, baru 12,2% energi terbarukan dalam bauran pembangkit listrik Indonesia, yang berarti lebih dari 85% masih berbasis energi fosil, batu bara 38%, minyak 33%, dan gas alam 17%. Namun, peraturan baru tersebut akan mengatur negara untuk menjalani komitmen yang diperbarui dan agresif untuk beralih ke energi yang lebih bersih. Ini juga akan membatasi pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara baru dan mendorong penerapan pensiun dini PLTU di Indonesia.
September lalu, Indonesia baru mengajukan Enhanced Nationally Recognized Contribution (E-NDC) dengan target penurunan emisi meningkat dari 29% atau setara 835 juta ton CO2 menjadi 32% atau setara 912 juta ton CO2 pada 2030. Energi menyumbang sekitar 10,9% dari target penurunan emisi total 29% atau setara dengan 314 juta ton CO2 dan lebih tinggi hingga 12,5% dari total target penurunan emisi 32% atau setara dengan 358 juta ton CO2 dalam skenario E-NDC.
“Dalam Pertemuan Tingkat Menteri Transisi Energi G20 Tahun 2022 di Bali, Kementerian ESDM dan IEA menandatangani Joint High-Level Statement dan meluncurkan roadmap IEA untuk sektor energi di Indonesia. Roadmap IEA menunjukkan perspektif internasional terhadap sektor energi di Indonesia dan akan dianggap sebagai aspek penting untuk sektor energi berdasarkan kondisi nasional,” kata Dadan Kusdiana, Director General Of New, Renewable Energy, dan Energy Conservation, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia.
Investasi dan insentif
Dalam peta jalan, kementerian mengidentifikasi investasi energi baru terbarukan (EBT) sebesar US$1,108 miliar atau rata-rata US$28,5 miliar diperlukan per tahun untuk mencapai kapasitas 708 gigawatt (GW) pada 2060. Kebutuhan investasi yang besar ini tidak dapat dipenuhi oleh APBN. saja, sehingga Indonesia membutuhkan investor baik dari dalam maupun luar negeri, kata Dadan menjelaskan.
“Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah terus mendorong pengembangan skema pendanaan EBT yang menarik dan terjangkau melalui kerja sama dan pelibatan lembaga keuangan internasional dan fasilitas pendanaan seperti Sustainable Energy Fund, Green Climate Fund, Clean Energy Fund, SDG Indonesia One, Tropical Landscape Finance Facility, Global Green Sukuk, serta sumber pendanaan green economy lainnya dari ADB, World Bank, JICA, KOICA, dan BPDLH,” kata Dadan.
Perbankan mulai terlibat dalam penyusunan skema pendanaan yang menyesuaikan dengan karakteristik risiko proyek energi baru terbarukan. Misalnya, perbankan nasional telah menawarkan paket pendanaan untuk pemasangan solar PV rooftop untuk rumah tangga.
Untuk memfasilitasi dan meningkatkan kelayakan proyek, pemerintah juga memberikan insentif untuk percepatan pengembangan energi terbarukan dan konservasi energi antara lain Tax Allowance dan Tax Holidays untuk investasi energi terbarukan (dengan persyaratan tertentu), Fasilitas Bea Masuk untuk bahan baku pembangkit listrik, Geothermal Sector Infrastructure Financing dan Geothermal Resource Risk Mitigation Untuk panas buumi, dan BPDPKS Fund untuk biofuel.
Pemanfaatan energi terbarukan
Potensi energi terbarukan meliputi potensi tenaga air yang tersebar di seluruh Indonesia, terutama di Kaltara, NAD, Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Papua; potensi tenaga surya di NTT, Kalimantan Barat, dan Riau yang memiliki radiasi lebih tinggi; potensi angin (>6 m/s) terutama terdapat di NTT, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, NAD dan Papua; potensi energi laut di Maluku, NTT, NTB, dan Bali; dan potensi panas bumi yang tersebar di wilayah ring of fire yang meliputi Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Maluku.
“Saat ini baru 0,3% (12.418 megawatt [MW] – Q3 2022) dari total potensi 3.686 GW yang sudah termanfaatkan dengan perincian: energi surya 255 MW (dari potensi 3.295 GW), energi air 6.679 MW (dari 95 GW potensi), bioenergi 3.037 MW (dari potensi 57 GW), energi angin 154 MW (dari potensi 155 GW), dan panas bumi 2.293 MW (dari potensi 24 GW)," kata Dadan.
“Kami memprioritaskan pengembangan energi surya ke depan mengingat potensinya yang sangat besar, konstruksi PV mini-grid yang masa pengembangannya singkat dan biaya investasinya yang semakin kompetitif,” kata Dadan menambahkan.
Pembangkit energi terbarukan ditargetkan meningkat sebesar 20,9 GW pada 2030 sebagaimana tertuang dalam RUPTL PT PLN (Persero) 2021-2030. Proyek pembangkit listrik tambahan membutuhkan investasi sekitar US$55,18 miliar dan akan mengurangi emisi GRK sebesar 89 juta ton CO2e.
Sementara itu, dalam perencanaan NZE bidang energi 2060, diproyeksikan pembangkit listrik energi terbarukan akan mencapai 700 GW. Di sisi non-listrik, pemerintah telah menerapkan program wajib B30, yaitu campuran 30% biodiesel dan 70% bahan bakar diesel. Hingga September 2022, sebanyak 7,39 juta kiloliter (kL) telah digunakan dari target akhi 2022 sebesar 10,1 juta kL. Saat ini sedang dilakukan road test penggunaan B40 yang diharapkan akan semakin meningkatkan porsi energi terbarukan dari penggunaan biofuel yang akan memberikan dampak ekonomi berupa penghematan devisa negara.
“Kami memprioritaskan pengembangan energi surya ke depan mengingat potensinya yang sangat besar, konstruksi PLTS yang masa pengembangannya singkat dan biaya investasinya yang semakin kompetitif,” tambahnya.
Pembangkit energi terbarukan ditargetkan meningkat sebesar 20,9 GW pada tahun 2030 sebagaimana tertuang dalam RUPTL PT PLN (Persero) 2021-2030. Proyek pembangkit listrik tambahan membutuhkan investasi sekitar US$55,18 miliar dan akan mengurangi emisi GRK sebesar 89 juta ton CO2e.
Sementara itu, dalam perencanaan NZE bidang energi 2060, diproyeksikan pembangkit listrik energi terbarukan akan mencapai 700 GW. Di sisi nonlistrik, pemerintah telah menerapkan program wajib B30, yaitu campuran 30% biodiesel dan 70% solar. Hingga September 2022, telah termanfaatkan sebanyak 7,39 juta kiloliter (kL) dari target akhir tahun 2022 sebesar 10,1 juta kL. Saat ini sedang dilakukan road test penggunaan B40 yang diharapkan akan semakin meningkatkan porsi energi terbarukan dari penggunaan biofuel yang akan memberikan dampak ekonomi berupa penghematan devisa negara.
Penetapan harga pembelian tenaga listrik
Penggunaan energi terbarukan juga akan diatur dalam hal harga pembelian listrik. Harga pembelian tenaga listrik adalah harga yang digunakan dalam Power Purchase Agreement (PPA) dan akan berlaku hingga operasi komersial. Ini akan dievaluasi setiap tahun terhadap harga kontrak rata-rata PLN yang terbaru. Evaluasi akan dilakukan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral berkoordinasi dengan Menteri Keuangan dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Sedangkan harga pembelian tenaga listrik dari energi terbarukan ditetapkan melalui ketentuan negosiasi dengan batas atas berdasarkan harga patokan tertinggi tanpa eskalasi selama periode PPA dan berlaku sebagai persetujuan harga dari Menteri. Selain itu, rumusan harga beli listrik energi terbarukan juga terdiri dari harga yang disepakati dengan atau tanpa memperhitungkan faktor lokasi.
Harga listrik energi terbarukan berdasarkan Harga Patokan Tertinggi atau Highest Benchmark Price (HPT) menggunakan dua tahap, di mana tahap kedua tanpa eskalasi dengan faktor lokasi yang berlaku pada tahap pertama untuk semua kapasitas, antara lain Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTP), Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Angin (PLTB), Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm), Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg), Penambahan Kapasitas (Perluasan) PLTP, PLTA, PLTS Fotovoltaik, PLTBm, dan PLTBg , serta kelebihan daya PLTP, PLTA, PLTBm, dan PLTBg.
Hentikan CFPP tambahan
Perpres 112/2022 juga mengatur komitmen pemerintah terhadap transisi energi yang diawali dengan belum adanya rencana tambahan PLTU, kecuali yang tercantum dalam RUPTL PT PLN (Persero) 2021-2030, serta PLTU yang terintegrasi dengan industri strategis. .
“Untuk PLTU yang memasuki masa pensiun, pasokan listrik akan digantikan dengan pembangkit energi terbarukan, seperti PLTA/M/MH, PLTP, PLTS, PLTB, PLTP, dan PLT Bioenergi. Kementerian ESDM bersama Kementerian terkait /Instansi dan PLN sedang mengkaji potensi pensiun dini beberapa PLTU di Indonesia," kata Dadan.
“Studi ini mencakup diskusi kelayakan tekno-ekonomi dari pensiun dini PLTU serta potensi volume emisi CO2e yang dapat dihindari dengan menggantinya dari sumber terbarukan,” kata Dadan menambahkan..
Saat ini proses penyusunan peta jalan percepatan penghentian masa operasional PLTU sedang disusun untuk selanjutnya dituangkan dalam dokumen perencanaan sektoral yang juga dikoordinasikan dengan Menteri Keuangan dan Menteri BUMN.
Rencana pensiun PLTU masih didiskusikan secara mendalam untuk memastikan kemampuan pendanaan program tersebut, yang telah disertai dengan kajian mitigasi risiko, termasuk dalam rangka pengurangan konsumsi batu bara secara bertahap.
Mengurangi konsumsi batu bara
Dadan mengungkapkan ada beberapa strategi untuk mengurangi konsumsi batu bara, seperti menerapkan Program Cofiring atau mencampurkan biomassa sebagai bahan bakar di PLTU.
Hingga Agustus 2022, 32 PLTU telah menerapkan Program Cofiring secara komersial, membutuhkan 292 ribu ton biomassa dan menghasilkan energi hijau setara 340 GWh. Pada 2025, targetnya 52 PLTU yang membutuhkan 450 ribu ton biomassa.
Saat ini, pemerintah sedang menyiapkan Rancangan Peraturan Menteri ESDM tentang Pemanfaatan Biomassa Sebagai Bahan Bakar Campuran Pada PLTU.
“Ini juga secara bertahap akan menggantikan listrik yang disediakan oleh pembangkit listrik berbahan bakar batubbara ke pembangkit listrik energi terbarukan, terutama yang telah memasuki masa akhir operasi,” kata Dadan menambahkan, pemerintah juga mengambil langkah pemanfaatan batu bara bersih dengan mendorong program hilirisasi batu bara sehingga dapat mensubstitusi BBM dan BBM gas, serta bahan baku industri kimia (Methanol dan DME).
“Terakhir, kami juga memanfaatkan teknologi Carbon Capture Storage/Carbon Capture Utilization and Storage (CCS/CCUS) untuk menyerap emisi gas rumah kaca yang dihasilkan,” katanya.
Dalam waktu dekat, salah satu tonggak pelaksanaan transisi energi di Indonesia akan diwujudkan dengan pencapaian target energi terbarukan dalam bauran energi nasional sebesar 23% pada 2025, tutup Dadan.