, APAC
228 views

Tenaga panas bumi membutuhkan dorongan kebijakan agar tetap berada di jalur nol-bersih

Penambahan kapasitas tahunannya rata-rata hanya sebesar 500 MW per tahun dalam lima tahun terakhir.

Kontribusi Sektor tenaga panas bumi, dalam bauran listrik global yang tetap kecil, akan membutuhkan dorongan kebijakan yang akan mengurangi biaya dan risiko untuk pra-pembangunan demi mendorong industri lebih dekat ke jalur nol-bersih.

Dalam laporan Clean Energy Progress, International Energy Agency (IEA) memperkirakan bahwa pembangkit listrik panas bumi tumbuh hanya 2% YoY menjadi sekitar 200 megawatt (MW) pada 2020. Angka ini berada di bawah pertumbuhan rata-rata 500 MW yang dicatat dalam lima tahun terakhir.

 "Teknologi ini tidak sesuai dengan Net Zero Emission pada Skenario 2050, yang membutuhkan peningkatan tahunan 13% dalam pembangkit selama 2021-2030, sesuai dengan ekspansi kapasitas tahunan rata-rata ~ 3,6 gigawatt (GW)," kata sebagian dari laporan itu.

Pertumbuhan pembangkit listrik panas bumi akan didorong oleh Turki, Indonesia, dan Kenya, yang semuanya diharapkan dapat memimpin dalam panas bumi karena sumber daya yang melimpah di negara-negara itu yang masih belum dimanfaatkan. Dalam hal ini, IEA merekomendasikan kebijakan, yang membantu mengurangi biaya dan mengurangi risiko pra-pembangunan, diperlukan untuk meningkatkan pembangkit listrik berbasis panas bumi.

Menurut proyeksi Fitch Solutions, kapasitas panas bumi global akan tumbuh sebesar 4,5GW selama dekade berikutnya, meningkat pada tingkatan rata-rata tahunan sebesar 2,8% menjadi 18,7GW pada 2030. Pertumbuhan ini sebagian besar akan datang dari kawasan Asia, khususnya Indonesia dan Turki, serta Eropa Tengah dan Timur. Peningkatan ini terjadi karena masing-masing wilayah diharapkan memiliki penambahan kapasitas bersih 1,8-GW dan 1,1-GW.

Mempertahankan tenaga panas bumi

Kontribusi tenaga panas bumi dalam bauran tenaga global secara historis kemungkinan akan dipertahankan di samping ada minat yang meningkat pada teknologi yang berasal dari Asia. Menurut Black & Veatch, sektor ini dapat mempertahankan alokasi saat ini dalam portofolio energi global melalui investasi dalam teknologi industri minyak yang meningkatkan ekonomi panas bumi. Hal ini termasuk teknologi, seperti penginderaan geologis, pengeboran horizontal, dan fraktur dengan intensitas tinggi.

 Teknologi baru, seperti energi panas bumi yang ditingkatkan, dan sistem loop tertutup, juga memiliki potensi untuk mengubah ekonomi energi panas bumi karena memungkinkan sumber daya energi untuk dibor dari mana saja di dunia.

"Memanfaatkan faktor-faktor pasar ini juga akan membutuhkan dukungan kebijakan yang jelas dan kerangka kerja peraturan untuk insentif keuangan yang mana akan meningkatkan kemampuan proyek bank dan memungkinkan Asia untuk meningkatkan kapasitas panas bumi," kata Executive Vice President and Managing Director Black & Veatch untuk Asia Power Business, Narsingh Chaudhary, kepada Asian Power.

“Selain itu, pengembang perlu mengadaptasi banyak inovasi teknologi yang muncul dan praktik terbaik manajemen proyek untuk meningkatkan ekonomi proyek secara keseluruhan dan membantu panas bumi bersaing dengan opsi pembangkitan lain yang sedang berkembang seperti nuklir dan hidrogen.”

Chaudhary menambahkan mandat energi terbarukan serta laporan yang mengindikasikan perusahaan energi panas bumi mendapatkan dukungan dari investor, juga dapat berguna untuk membantu pasar.

Terkait perkembangan panas bumi jangka pendek di Asia, Chaudhary lebih lanjut menekankan perkembangannya akan bergantung pada kebijakan dan program yang akan diterapkan oleh pemerintah di kawasan tersebut serta tingkat teknologi baru yang diadopsi di pasar.

Masa depan panas bumi juga akan bervariasi pada daya saing biayanya, dibandingkan dengan sumber energi terbarukan lainnya. Selain itu, para mitra pemimpin industri yang berpengalaman dengan setiap aspek dalam siklus hidup proyek mulai dari pembiayaan awal hingga operasi komersialnya juga akan menjadi kunci untuk mengubah potensi panas bumi yang menjanjikan menjadi fasilitas komersial yang melayani jaringan dan pelanggan di seluruh wilayah.

“Sebagai sumber daya energi terbarukan yang non-intermittent, energi panas bumi dapat menghasilkan daya beban dasar yang stabil dan dipasangkan dengan sumber energi terbarukan yang intermittent untuk mempercepat transisi energi Asia. Kuncinya adalah memahami campuran yang tepat dalam portofolio energi yang seimbang,” kata Chaudhary.

Dia menjelaskan bahwa mengakomodasi peningkatan kapasitas energi terbarukan yang intermittent, seperti tenaga surya dan angin, membutuhkan rangkaian solusi baru yang terintegrasi di seluruh pembangkitan, penyimpanan energi, transmisi serta distribusi untuk mempertahankan daya yang aman, andal, dan tangguh yang membuat ekonomi dan komunitas modern bekerja. Penempatan pembangkit berbahan bakar gas dan kemajuan berkelanjutan dalam hidrogen dan nuklir adalah opsi yang dapat berkontribusi pada campuran teknologi pembangkit listrik yang lebih beragam dan seimbang, tambahnya.

Tantangan untuk panas bumi

Meskipun demikian, pengembangan energi panas bumi di Asia dapat dihambat oleh biaya pengembangan yang tinggi yang membuat energi terbarukan lainnya, seperti tenaga surya dan angin, lebih kompetitif dari segi biaya. Kesulitan dalam mengamankan perizinan dan proses lain dalam kaitannya dengan tarif dan bankability perjanjian pembelian daya, serta paket insentif yang tidak menarik juga dapat menjadi tantangan.

“Lebih jauh lagi, seperti banyaknya sumber energi terbarukan lainnya, kapasitas pembangkit panas bumi sering terletak jauh dari pusat permintaan utama. Pengembangan akan membutuhkan perencanaan dan pembiayaan untuk setiap integrasi efektif fasilitas panas bumi baru ke dalam jaringan listrik regional atau nasional,” kata Chadhaury.

Practice Head dari Global Data, Pavan Kumar, mengatakan pengembangan panas bumi memiliki risiko saham yang lebih tinggi sementara hasilnya hanya datang dalam jangka panjang. Dia menambahkan bahwa kemungkinan besar jika investor akan condong ke energi terbarukan lainnya tanpa insentif keuangan seperti tarif listrik bersubsidi, feed-in tariff kompetitif, atau insentif pajak.

Menurut Global Data, kapasitas panas bumi di seluruh dunia tumbuh pada tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 3,15% dan 2,9% di wilayah Asia Pasifik antara 2000-2020. "Diharapkan kapasitas panas bumi global akan meningkat pada 5,3% CAGR dan kawasan Asia Pasifik akan meningkat pada 5,8% CAGR selama 2020-2030," kata Kumar.

“Daya panas bumi memiliki pangsa sangat kecil dalam bauran kapasitas daya global sebesar 0,2% pada 2020 dan akan berada dalam kisaran yang sama dengan pangsa 0,22% pada tahun 2030. Demikian pula, pangsa panas bumi di wilayah Asia Pasifik adalah 0,16% pada 2020 dan bagiannya pun diperkirakan sekitar 0,17% pada tahun 2030.” Pasar diperkirakan akan menarik sekitar $23 miliar  selama lima tahun ke depan dengan investasi tahunan rata-rata $4,6 miliar .

Kasus terkait Indonesia

Pasar daya terbarukan Indonesia mencapai sekitar 4,772,92 MW pada akhir 2020 dari angka 3.126,10 MW pada 2010. Diperkirakan pasarnya akan tumbuh pada tingkat 12,81% dari 2020 hingga 2030 dan mencapai kapasitas terpasang 15.940,16 MW pada akhir 2030, menurut laporan Geothermal Power in Indonesia milik Global Data.

Tenaga panas bumi memimpin pasar daya terbarukan negara itu dengan total kapasitas terpasang 2.130,70 MW pada 2020 dan terlihat mencapai 5.872,94 MW pada 2030 dengan CAGR 10,67%.

“Pasar daya terbarukan di Indonesia didominasi oleh tenaga panas bumi yang memegang pangsa 44,6% dalam total kapasitas terbarukan pada 2020. Meskipun bagian ini diperkirakan akan turun menjadi 36,8% pada 2030; tenaga panas bumi akan terus memegang bagian terbesar dalam bauran kapasitas terbarukan Indonesia,” begitu yang tercantum dalam laporan itu.

Total pembangkit listrik terbarukan naik menjadi 27.515,33 gigawatt-jam (GWh) pada 2020 dari 16.296,73GWh pada CAGR 5,38%. Total pembangkit diperkirakan akan mencapai 66.622,07GWh pada 2030 dengan CAGR sebesar 9,25%.

Panas bumi juga memimpin dalam hal pembangkit listrik, mencapai 14.832,80GWh pada 2020 dari 9.357GWh pada 2010. Pembangkitnya juga diperkirakan akan mencapai 40.758,20GWh pada tahun 2030 dengan tingkat pertumbuhan tahunan 10,64% selama periode tersebut.

Pemerintah Indonesia mendukung pengembangan tenaga panas bumi yang membantu pertumbuhan teknologi sektor ini.

UU Geothermal Baru No. 21 tahun 2014 menghilangkan aktivitas panas bumi dari klasifikasi kegiatan penambangan yang menghasilkan pertumbuhan teknologi yang cepat karena memungkinkan adanya kegiatan panas bumi dilakukan di kawasan hutan bernilai konservasi tinggi, katanya.

Pemerintah juga menyediakan Dana Panas Bumi sebesar $275 juta pada 2017 dan juga telah menemukan dukungan dari World Bank, Green Climate Fund, dan Clean Technology Fund melalui pinjaman sekitar $278 juta pada 2019 demi meningkatkan investasi untuk sektor ini.

“Pengembangan energi panas bumi telah menimbulkan masalah lingkungan di Indonesia. Mayoritas cadangan panas bumi milik negara itu berada di hutan lindung, dan pengembangan proyek di daerah-daerah ini membutuhkan keputusan presiden,” katanya. “Oleh karena itu, penting bagi Indonesia untuk mencari cara mengembangkan tenaga panas bumi sambil tetap melindungi hutan dan lingkungannya." 


 

Follow the link for more news on

Jaringan listrik lemah Vietnam menghambat kebijakan pembelian listrik yang langsung

Infrastruktur energi yang buruk menghambat integrasi kapasitas baru dari proyek energi terbarukan (EBT).

Penutupan pembangkit listrik batu bara baru di ASEAN pada 2040 mungkin tercapai

Penambahan pembangkit batu bara baru dan retrofit pembangkit yang ada menjadi risiko lebih besar dalam transisi.

ADB menyetujui pinjaman senilai $500 juta untuk mendukung transisi energi Indonesia

Ini bertujuan membangun kerangka kebijakan yang kokoh dalam mendukung peralihan menuju energi bersih.

Avaada meningkatkan beban energi terbarukan untuk penuhi permintaan pusat data India

Perusahaan menargetkan kapasitas energi terbarukan sebesar 30 gigawatt pada 2030.

Asia-Pasifik mungkin tidak mencapai target energi terbarukan

Negara-negara di kawasan itu harus menarik investasi untuk memajukan tujuan energi bersih mereka.

Laba bersih Adaro turun 12% menjadi $880 juta di Semester 1

Pendapatan turun 15% menjadi $2,97 miliar pada periode tersebut.

ACEN dan Barito Renewables bermitra untuk mempercepat energi angin di Indonesia

Kemitraan ini akan dijalankan oleh anak perusahaan mereka.

Malaysia diminta mengintegrasikan jaringan listrik untuk mempercepat pertumbuhan tenaga surya

Pembatasan penetrasi tenaga surya ke jaringan pada 24% dari permintaan puncak dapat menghambat ekspansi.