Apakah Asia Tenggara merupakan pencapaian yang berikutnya untuk energi terbarukan?
Biorenewables akan sangat berdampak pada beberapa miliar dolar dari pasar dan pendapatan pun dapat tumbuh hingga EUR450 miliar pada 2020.
“Asia Tenggara menghasilkan 450 juta ton limbah pertanian dan ini merupakan potensi yang besar bagi industri energi biomassa,” kata Managing Director AUM Business Creations, Per Dahlen, selama Clean Energy Expo yang diadakan di Suntec Singapura.
Saat ini, Thailand, Malaysia dan Indonesia berada di garis terdepan untuk industri energi biomassa.
Menurut Dahlen, 50% kenaikan atas etanol dalam lima tahun ke depan akan berasal dari Asia. “Mega plant memproduksi etanol dengan harga US$1.300/ton. Pengiriman etilen akan dikenakan biaya US$1900/ton; sedangkan biorefinery on site memproduksinya dengan harga US$1400/ton. Akan sulit untuk bersaing dengan mega plant; namun, mungkin bisa jika mereka melakukan impor.”
Dahlen percaya bahwa ada potensi besar untuk industri kelapa sawit di Asia. ”Biomassa kelapa sawit dapat menjadi industri senilai US$30-35 miliar, dan lebih dari 20% pasar etilen dunia dapat berasal dari biomassa.”
Dia menjelaskan bahwa salah satu keuntungan dari pasar biorenewable adalah potensi dampaknya untuk menciptakan lapangan kerja. “Satu orang bekerja di perkebunan bisa mengelola 2 hektare, kalau kita punya 1 juta hektare, maka terdapat 500.000 lapangan kerja.”
Potensi singkong di pasar biomassa juga dibahas.
“Kami tertarik dengan singkong. Sangat mudah untuk membangun pabrik dan menjual produk dengan mudah,” kata Director Stratcon Singapore, Steve Peters. “Ada teknologi yang menghilangkan beberapa bahan kimia dari batangnya dan menghasilkan produk sampingan yang dapat digunakan sebagai pupuk. Namun, hal ini hanya akan berlaku untuk kilang dengan jumlah kecil.”
Peters menambahkan bahwa mereka juga memiliki teknologi di mana produk limbah dari pabrik pun dapat diubah menjadi biogas.