, Philippines
457 views

Filipina siap memimpin Asia Tenggara dalam keberlanjutan energi

Filipina dapat naik menjadi pemimpin regional dengan energi terbarukan yang diproyeksikan bernilai $ 30b pada tahun 2030.

Bain & Co mengabarkan bahwa Asia Tenggara dapat menemukan sosok pemimpin baru pada Filipina dalam hal keberlanjutan energi, itu jika dia dapat menggarap potensi energi terbarukan yang diproyeksikan akan tumbuh menjadi  $ 30b pada tahun 2030..

Pandangan Bain & Co tentang laporan Green Economy, yang dilakukan dengan Microsoft dan Temasek, mencatat bahwa dari pasar energi terbarukan yang diproyeksikan, sekitar 35%-nya akan menjadi tenaga surya. Hal ini dapat membuka jalan bagi investor untuk membangun infrastruktur, seperti jaringan listrik dan pabrik daur ulang Photovoltaic (PV).

Filipina juga dapat muncul sebagai pembangkit tenaga angin dengan potensi energi angin sebanyak 160-gigawatt (GW) di daerah lepas pantai dengan jarak 200 km dari pantai, yang menjadikannya sebagai salah satu dari delapan pasar negara berkembang di seluruh dunia. Selain itu, hal  ini juga akan  menjadi  tujuan yang  ideal karena  teknologi global dapat dengan mudah diadaptasi di Filipina, mengingat tidak memiliki batasan transfer teknologi.

Pemerintah Filipina belum bergabung dengan negara-negara Asia Tenggara, seperti Indonesia dan Laos, yang telah berkomitmen terhadap net zero. Meskipun demikian, Filipina telah menetapkan target tahun 2030 untuk mengurangi emisi karbon sebesar 75%. Dia juga berencana untuk meningkatkan total kapasitas energi terbarukan yang terpasang menjadi 38% pada tahun 2035.

Selanjutnya, dalam rencana energi bersihnya, pemerintah pada November 2020 menyatakan moratorium proyek pembangkit listrik tenaga batu bara baru. Hal tersebut tercatat menghabiskan sekitar $ 64b (P318b) dalam proyek-proyek hijau, sementara bank sentralnya menginvestasikan sekitar $ 550 juta dalam bentuk obligasi berkelanjutan.

Menghapus batubara secara bertahap

Berdasarkan sebagian laporan dari Bain dan Co., saat ini Filipina sedang mendorong pengurangan emisi dengan menghapus batubara dan menarik investasi untuk green energy, mereka juga menambahkan bahwa sejalan dengan komitmen pemerintah, perusahaan swasta juga telah mengambil bagian lewat penandatangan Science Based Targets Initiatives atau menetapkan target net zero atau nol karbon mereka sendiri.

Moratorium akan menghasilkan penangguhan sekitar 8 GW proyek batubara yang telah diizinkan dimana sebagian besar diharapkan akan terlaksana pada tahun 2026, menurut Fitch Solutions, mengutip dari sumber-sumber pemerintah.

Sementara itu, proyek batubara yang telah mampu memenuhi persyaratan lingkungan masih akan diizinkan untuk dilanjutkan. Hampir 20-GW kapasitas berbahan bakar batubara berada pada tahap pra-penyelesaian pada akhir 2020, yaitu sekitar 39% dari total kapasitas  pipeline.

Oleh karena batubara masih menjadi pilihan yang lebih murah dan lebih dapat diandalkan untuk memenuhi lonjakan permintaan Filipina, Fitch memperkirakan bahwa batubara masih akan mendominasi bauran energi di negara itu, mencapai 59% pada tahun 2029.

"Kami sekarang memperkirakan pembangkit listrik tenaga batu bara akan meningkat rata-rata tahunan sebesar 5,2% antara tahun 2020 dan 2029, berjumlah sekitar 93,6 jam per jam pada tahun 2029," katanya. Bagaimanapun, Fitch, mengatakan bahwa perkiraan ini dapat menjadi sasaran untuk menekan risiko secara signifikan karena proyek batubara ditentang oleh publik. Tercatat juga bahwa utilitas utama di negara ini, seperti AC Energy dan Meralco,  bermaksud untuk mengalihkan penggunaan batubara.

Pada tahun 2033, berdasarkan Rystad Energy Research, kapasitas batubara di Filipina diperkirakan telah mencapai puncaknya dan akan mengalami penurunan. Pangsa batubara dalam bauran kapasitas sumber daya alamnya kemungkinan akan turun menjadi sekitar 35% pada tahun 2030 dan selanjutnya turun menjadi 13% pada tahun 2050.

"Penurunan pembangkit batubara akan membutuhkan kapasitas kompensasi yang signifikan dari sumber tenaga surya dan angin," kata Senior Analyst dari Rystad Energy, Harshid Shridhar.

Shridhar mendukung temuan dari laporan yang menyebut bahwa Filipina dapat memimpin kawasan dengan persyaratan pembiayaan dan transfer teknologi yang tepat karena menetapkan target ambisius dalam daur ulang modul PV dan daur ulang turbin angin. Dia menambahkan bahwa penekanan pada sumber energi hijau dapat menguntungkan bisnis, serta entitas manufaktur melalui insentif, seperti pengurangan pajak karbon.

Secara terpisah,  laporan Economic Research Institute for ASEAN and East Asia menyebutkan pembangkit batubara dapat mencapai puncaknya sebesar 56% pada tahun 2030 meskipun adanya moratorium, dikarenakan perkembangan proyek perencanaan daya yang telah disetujui.

"Sementara moratorium batubara telah banyak dipuji oleh kelompok-kelompok anti-batubara dan advokasi perubahan iklim, dampaknya tidak akan terasa secara instan," kata Associate Research Asia Clean Energy Partners, Ralph Justice Apita.

“Tetapi dengan meningkatnya tekanan publik, tren penurunan yang berkelanjutan dalam biaya teknologi energi terbarukan,  pembiayaan dari ADB untuk pembangkit listrik tenaga batubara yang sudah berhenti, dan kepemilikan asing penuh atas eksplorasi panas bumi di Filipina, konstruksi berkelanjutan bahkan tanaman hijau akan mendapat tekanan serta sektor pembangkit batubara dalam bauran listrik negara akan menurun."

Mencapai target yang ambisius

“Agar negara dapat mencapai target keberlanjutannya yang dapat dibilang ambisius tersebut, mereka perlu memulai dengan kepemimpinan pemerintah yang efektif dalam membentuk badan penelitian seperti Philippine Energy Research and Policy Institute, dan meminta pendapat awal dari lembaga terkait, untuk melengkapi kebijakan yang ada dan yang akan datang dengan pendekatan ilmiah dan berbasis bukti untuk kebijakan publik secara matang,” Kata Apita. Dia menambahkan pemerintah harus menindaklanjuti dengan implementasi yang lebih ketat dan pemantauan secara intens. Pemegang administrasi yang baru juga harus berkomitmen kembali pada program-program ini untuk memastikan kesinambungan daripada berfokus pada “program populis yang kurang efektif."

Selain itu, Filipina juga dapat berinvestasi lebih banyak dalam kemampuan jaringannya serta mengatasi tantangan dalam memberikan akses listrik ke wilayah yang jauh, seperti yang direkomendasikan oleh Executive Vice President dari Black & Veatch dan Managing Director dari Asia Power Business, Narsingh Chaudhary, serta Associate Vice President for management consulting business di Asia, Harry Harji.

Filipina akan membutuhkan peningkatan fleksibilitas jaringan dan kemampuan manajemen untuk menanggapi fluktuasi secara tiba-tiba dalam pasokan yang disebabkan oleh perubahan cuaca dan waktu dalam sehari.

Salah satu cara pendekatannya adalah dengan mengembangkan Distributed Energy Resources (DER) seperti sistem penyimpanan energi matahari dan baterai, Chaudhary dan Harji. Pengembangan ini juga dapat mencakup angin, microgrid, sistem panas dan daya gabungan, generator cadangan, serta teknologi yang meningkatkan penawaran sebagai respon adanya permintaan.

"Solusi ini sering dipasang di belakang meteran dan didanai oleh utilitas, pasar modal, atau pelanggan sendiri," kata Chaudhary dan Harji.

Mengatasi masalah listrik di pedesaan, yang menonjol di Filipina sebagai negara kepulauan, juga akan sangat penting karena ini akan menciptakan peluang untuk pembangkit listrik yang didistribusikan. Misalnya, microgrids dapat memberikan keandalan daya yang dibutuhkan lokasi terpencil untuk memastikan fasilitas tersebut layak secara komersial.

Selain itu, Black & Veatch mengatakan energi terbarukan dapat dipasangkan dengan penyimpanan energi untuk meningkatkan ketahanan jaringan. Ini juga dapat diintegrasikan ke dalam solusi penyeimbangan jaringan untuk menyetarakan variabilitas sambil memenuhi target dekarbonisasi. DER juga dapat meningkatkan ketahanan energi yang berfungsi sebagai simpul yang independen untuk mendukung solusi daya dan jaringan yang saling terhubung yang didistribusikan di seluruh jaringan tradisional.

"Sementara negara-negara, seperti Filipina, membangun portofolio energi berkelanjutan mereka, mereka juga perlu meninjau peluang mereka untuk beralih dari batubara," kata Chaudhary dan Harji.

Pemilik pabrik batubara Black & Veatch juga dapat mempertimbangkan kelayakan ekonomi jangka panjang dari fasilitas mereka yang memiliki beberapa alternatif, seperti konversi bahan bakar secara penuh atau sebagian ke  bahan bakar seperti gas alam, biomassa atau hidrogen, penguatan peralatan kontrol emisi atau mengadopsi carbon capture, solusi penggunaan dan penyimpanan, dan menonaktifkan aset batubara yang sudah tua untuk repurposing atau repowering.

Follow the links for more news on

PT Jawa Satu Power mulai mengoperasikan pembangkit listrik tenaga LNG sebesar 1.760 MW di Indonesia

Pembangkit ini dapat memproduksi listrik untuk 4,3 juta rumah tangga.

Barito Wind Energy mengakuisisi mayoritas saham di PT UPC Sidrap Bayu Energi

Perusahaan ini akan memegang saham sebesar 99,99% di perusahaan tersebut.

Grup NEFIN bekerja ekstra keras dalam mengejar proyek-proyeknya

CEO Glenn Lim menjelaskan bagaimana keterlambatan berubah menjadi hal baik karena perusahaan bertujuan mencapai kapasitas 667 MW pada 2026.

Summit Power International menyediakan dukungan LNG yang vital untuk Bangladesh

Tanpa pasokan listrik cross-border, LNG diperlukan oleh negara yang menghadapi kendala geografis untuk menerapkan sumber energi terbarukan.

JERA, mitra unit PT PLN untuk pengembangan rantai nilai LNG

MOU juga mencakup studi kemungkinan konversi ke hidrogen, rantai nilai amonia.

VOX POP: Bagaimana teknologi vehicle-to-grid dapat meningkatkan transisi energi?

Teknologi vehicle-to-grid (V2G) dipandang sebagai inovasi revolusioner menuju ketahanan jaringan listrik dan peningkatan transisi energi yang kokoh.

IDCTA: Partisipasi global dapat meningkatkan penjualan kredit karbon Indonesia

Pasar karbon Indonesia yang baru dibuka memiliki sebanyak 71,95% kredit karbon yang belum terjual pada akhir 2023.

Bagaimana Asia Tenggara dapat mencapai potensi biogasnya

Kawasan ini hanya memiliki sekitar satu gigawatt kapasitas dengan Thailand, Indonesia, dan Malaysia memimpin dalam hal produksi.