, Singapore
247 views

Peluang investasi, pemerintah mendorong pertumbuhan panas bumi Asia Pasifik

Indonesia diperkirakan akan menyusul AS dalam memimpin sektor tenaga panas bumi global.

Meskipun pertumbuhannya ringan , Asia diperkirakan akan menjadi salah satu wilayah dengan jumlah kapasitas pembangkit panas bumi terbesar pada dekade mendatang bersama Eropa Tengah dan Timur. Fitch mengharapkan kedua wilayah akan digabung untuk menyumbang sekitar 74% dari total penambahan kapasitas panas bumi global antara 2020 dan 2029.

Meskipun demikian, pertumbuhan panas bumi hanya akan didorong oleh beberapa pasar utama — terutama di Indonesia — karena sumber dayanya terbatas pada area yang aktif secara tektonik, dan tersebar secara merata di seluruh wilayah.

Indonesia menjadi pasar panas bumi terbesar

Indonesia diperkirakan akan menyalip AS untuk menjadi pasar panas bumi terbesar secara global pada tahun 2022, dengan kapasitas panas bumi diperkirakan akan meningkat dari sekitar 2,1GW pada akhir 2019 menjadi 3,6GW pada tahun 2029.

Negara yang terletak di Asia Tenggara di persimpangan banyak lempeng tektonik ini memberikan potensi panas bumi yang cukup besar, akan tetapi sebagian besar belum tereksplorasi. Pabrik panas bumi utama tersebar di Jawa, Sumatra Utara, dan Sulawesi Utara, dimana jumlahnya masih kurang dari 3% dari total kapasitas pembangkit yang terpasang.

Memperluas industri panas bumi dikatakan sebagai prioritas utama pemerintah Indonesia mengingat potensi besar untuk pembangkit listrik panas bumi di negara tersebut diperkirakan sekitar 28GW pada kapasitas sumber daya alamnya dan permintaan daya yang terus meningkat di seluruh negeri.

Baru pada tahun 2019, Indonesia menambahkan sekitar 185 MW, setelah instalasi 135 MW pada tahun 2018. Pemerintah Indonesia telah menetapkan target 23% energi terbarukan dalam campuran energi tahun 2025 yang berarti  kapasitas daya panas bumi akan mencapai 7GW pada tahun 2030.

“Banyak dari kebijakan dan resolusi pemerintah yang membantu serta memudahkan aktivitas eksplorasi cadangan energi panas bumi. Sekitar 80% dari cadangan panas bumi negara itu berada di hutan lindung, dan pengembangan proyek di daerah-daerah dimana hal tersebut bergantung pada keputusan presiden,” kata Ankit Mathur, Practice Head of Power dari GlobalData.

Menurut analis IEFA, hal tersebut termasuk dalam perubahan peraturan dimana energi panas bumi tidak dikategorikan sebagai bagian dari sektor pertambangan, karenanya memberikan kemudahan ketika mengajukan izin penggunaan hutan.

Selain itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral juga berupaya untuk menyelesaikan peraturan tentang tarif listrik, serta pengeboran dan eksplorasi panas bumi pada akhir tahun ini untuk mengurangi beberapa risiko dan mendorong lebih banyak investasi ke sektor ini.

"Penerapan feed-in tariffs (FiT) negara untuk panas bumi diperkirakan akan mengimbangi biaya modal yang tinggi terkait dengan produksi panas bumi dan mempromosikan lebih banyak peluang investasi di wilayah tersebut yang dianggap sebagai langkah awal yang berhasil untuk sektor panas bumi," kata Mathur.

Di bawah "Roadmap for Geothermal Resources," Indonesia mengejar strategi mengelola geothermal work areas (GWA) yang dipilih oleh perusahaan swasta dan menawarkan insentif pajak yang menarik untuk industri panas bumi. Program ini memberikan insentif bagi sektor swasta untuk menggunakan certified emission reductions (CER) dalam meningkatkan pendapatan karbon.

Kementerian Kehutanan juga memainkan peran penting dalam produksi sumber daya panas bumi, karena sebagian besar waduk terletak di bawah kawasan hutan lindung. Meskipun ada beberapa dukungan kebijakan yang jelas untuk mempromosikan produksi energi panas bumi, sangat penting bahwa langkah-langkah juga harus diambil untuk menghindari lahan hutan yang memiliki nilai konservasi tinggi atau habitat yang rentan, dan untuk meminimalkan dampak dan risiko terhadap hutan.

GlobalData memperkirakan bahwa negara tersebut akan mewakili sekitar 60% pada instalasi barunya di wilayah APAC pada tahun 2025. Dalam skenario optimisnya, Indonesia akan dapat mewakili 75% bagian dalam kapasitas yang baru di wilayah APAC.

Namun, analis IEFA mencatat bahwa masalah dengan proyek panas bumi di Indonesia selama 3 tahun terakhir adalah dari sisi ekonomi yang tidak dapat bersaing dengan peraturan Building Performance Prediction (BPP) saat ini. Juga, 80% dari potensi panas bumi terletak di hutan konservasi, membuat perijinan hutan dapat memusingkan para pengembang.

Pengelolaan panas bumi tidak dapat diharapkan lebih cepat kecuali peraturan tarif baru diatur dalam Peraturan Presiden mendatang terkait Energi Terbarukan. Dikatakan bahwa para pemain panas bumi melobi untuk mendapatkan feed-in tariff  yang tetap daripada batas tarif maksimum, untuk menghindari negosiasi yang berkepanjangan dengan PLN .

Hambatan lain dalam mengembangkan energi panas bumi di Indonesia termasuk inkonsistensi kebijakan, birokrasi, kurangnya infrastruktur yang layak, biaya investasi yang tinggi seperti biaya eksplorasi, biaya teknik dan pengadaan, serta risiko yang tinggi.

Pasar utama yang harus diperhatikan di Asia

Fitch lebih lanjut mencatat bahwa Indonesia, Turki, Nikaragua, Jepang, dan Kenya terdaftar sebagai lima pasar panas bumi dengan ekspansi tercepat selama dekade mendatang, dan akan menawarkan peluang investasi yang menarik.

Pada tahun 2025, sebagian besar pertumbuhan di antara pasar panas bumi APAC kemungkinan akan datang dari Indonesia, Filipina, dan Jepang. Dalam jangka panjang, kemungkinan Cina juga akan bergabung dikarenakan telah meningkatkan teknologinya dan telah merumuskan lanskap kebijakannya selama ini, menurut Mathur.

Tingginya risiko saat pra-pengembangan teknologi panas bumi merupakan alasan utama lambatnya perkembangan teknologi ini. Langkah-langkah kebijakan, yang sebagian besar ditargetkan pada sektor matahari dan angin, perlu diarahkan untuk mengatasi tantangan tersebut.

Jepang dapat berupaya untuk melanjutkan Feed-in Tariff (FIT) yang menguntungkan sebagai kebijakan mendasar, mengembangkan kebijakan campuran energi yang lebih baik, serta mempersingkat waktu yang dibutuhkan untuk penilaian lingkungan dalam mengembangkan lokasi energi terbarukan untuk mengekstraksi lebih banyak energi terbarukan dari panas bumi.

Di sisi lain, Cina masih pada tahap awal pengembangan pembangkit listrik panas bumi. Namun, negara ini telah memimpin dalam mengembangkan sumber daya panas bumi untuk tujuan pemanasan. Hal ini memungkinkan pemerintah untuk mengajukan langkah konkret menuju mitigasi karbon dan dekarbonisasi sektor listrik.

Banyak perusahaan energi yang juga telah menetapkan rencana ekspansi pengembangan pemanasan panas bumi. Pengurangan subsidi, preferensi proyek angin dan matahari daripada energi terbarukan lainnya serta kebutuhan modal awal yang besar untuk panas bumi, hanyalah beberapa faktor yang mengganggu penyebaran luas pengembangan panas bumi untuk pembangkit listrik.

Para analis IEFA mencatat bahwa Cina dapat merumuskan dukungan untuk pembangkit listrik tenaga panas bumi dan kebijakan tarif on grid untuk mengatasi masalah ini, serta memperkuat produksi energi panas bumi dan sistem manajemen pembangkit berikut dengan standar teknisnya. Selain itu juga meningkatkan penciptaan energi panas bumi, perencanaan penggunaan dan manajemen proyek.

Sementara itu, Filipina disorot sebagai salah satu negara yang unggul pada sektor panas bumi global, dengan memiliki beberapa tingkat kapasitas panas bumi tertinggi yang terpasang di seluruh dunia. Pada tahun 2029, negara ini diharapkan memiliki kapasitas panas bumi terbesar keempat di dunia, hanya di belakang Indonesia, AS, dan Turki.

Secara rata-rata tahunan, Filipina akan memiliki kapasitas panas bumi terbesar kedua di kawasan Asia dan terbesar keempat secara global selama dekade berikutnya, menurut Fitch Solutions. Negara ini menunjukkan kapasitas yang kuat meskipun dengan perkiraan pertumbuhan yang terbatas dimana dapat menimbulkan risiko penurunan karena pertumbuhan yang sebagian besar hanya berasal dari kapasitas panas bumi saja dan memperkirakan pertumbuhan terbatas di sektor energi terbarukan.

Mathur percaya bahwa menerapkan harga pembelian daya yang dijamin di bawah FiT untuk panas bumi dapat membantu Filipina meningkatkan upayanya dalam menggali potensi panas bumi yang belum digarap.

APAC seperti mengumpulkan ‘uap’ dalam sumber daya panas bumi

Di tengah pandemi, prospek sektor panas bumi hampir tidak tergoyahkan. Sebaliknya, GlobalData sangat percaya bahwa pandemi telah meningkatkan niat pemerintah untuk melakukan diversifikasi dari pembangkit bahan bakar fosil ke perencanaan peningkatan partisipasi dari sumber energi terbarukan.

Pasar panas bumi APAC tampaknya melakukan hal yang tepat saat adanya pandemi. Mereka memberikan dorongan yang cukup bagi negara-negara APAC yang kaya dengan sumber daya panas bumi untuk mengembangkan sumber daya untuk keperluan daya dan pemanasan, kata Mathur.

Pasar yang stagnan karena kurangnya langkah-langkah kebijakan dan niat pembangunan dari pemerintah, kemungkinan hanya akan mengumpulkan ‘uap’ karena energi terbarukan makin penting di tengah COVID-19. Keamanan energi dan ketergantungan akan de-karbonisasi campuran dapat membantu memperluas sumber daya panas bumi dengan kecepatan yang lebih cepat.

Para analis IEFA lebih lanjut mencatat bahwa sektor swasta akan memainkan peran yang lebih besar dalam memberikan investasi besar dan keahlian yang diperlukan untuk pengembangan dan pemeliharaan proyek-proyek panas bumi, terutama di Asia jika bersedia mengambil risiko tinggi.

Secara global, kapasitas daya panas bumi diperkirakan akan tumbuh dengan tingkat rata-rata tahunan sebesar 2,5% antara tahun 2020 dan 2029, mencapai angka di atas 18GW pada tahun 2029, ucap Fitch Solutions. Total kapasitas yang terpasang ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan teknologi energi terbarukan lainnya, terutama dalam tenaga angin dan matahari.

Pada akhir periode, perkiraan dalam 10 tahun, segmen panas bumi akan hanya terdiri  0,7% dari kapasitas energi terbarukan non-hidroelektrik yang terpasang secara global dan sekitar 2,0% dari total pembangkit energi terbarukan non-hidro.

Malaysia diminta mengintegrasikan jaringan listrik untuk mempercepat pertumbuhan tenaga surya

Pembatasan penetrasi tenaga surya ke jaringan pada 24% dari permintaan puncak dapat menghambat ekspansi.

Indonesia harus mengatasi hambatan regulasi untuk membangun daya tarik energi terbarukan

Indonesia membutuhkan $285 miliar untuk meningkatkan kapasitas energi bersih dan mencapai target iklim 2030.

ACEN menargetkan empat kali lipat energi terbarukan untuk energi yang lebih bersih pada 2030

Mereka juga melihat peluang pertumbuhan di sektor lain seperti penyimpanan energi.

Apakah India menyediakan energi terbarukan yang cukup untuk memenuhi permintaan listrik di 2031-2032?

Negara ini membutuhkan setidaknya 35GW untuk mencapai target 500 GW dalam enam tahun.

Bagaimana rencana Filipina mencapai elektrifikasi 100% pada 2028

Lebih dari 2 juta rumah tangga masih hidup tanpa listrik.

Dominasi tenaga surya Cina bersinar dalam pengembangan energi

Beijing diproyeksikan akan melampaui target penambahan kapasitas tenaga surya dan angin sebesar 200GW tahun ini.

Jepang perlu tindakan berani untuk memanfaatkan potensi pertumbuhan energi terbarukannya secara penuh

RE100 mendesak Jepang untuk meningkatkan kapasitas energi hijau hingga 363GW pada 2035.

Singapura membutuhkan tetangga dari Asia Tenggara untuk mendukung transisi energi terbarukan

Para ahli memilih Malaysia dan Indonesia sebagai sumber impor energi terbarukan.

Sistem JAMALI terancam oleh ancaman keandalan dan efisiensi

Sistem Jawa-Madura-Bali (JAMALI) menyuplai 70% listrik Indonesia untuk 160 juta orang.