Akankah ketergantungan terhadap batubara menghalangi peningkatan pemanfaatan energi surya di Malaysia?
Investasi tenaga surya sedang meningkat, tetapi peningkatan ini mungkin tidak cukup untuk memenuhi target energi terbarukan Malaysia.
Panel surya bermunculan di atap-atap di seantero Malaysia, dari Malaka di selatan hingga Penang di utara. Semakin banyak mitra komersial dan industri bergabung dengan dorongan agresif pemerintah untuk meningkatkan produksi energi matahari yang tertarik dengan insentif yang progresif dan skema penetapan harga yang kompetitif.
"Instalasi surya pada atap menjadi makin populer, karena mekanisme offset di bawah program Net Energy Metering (NEM) menawarkan penghematan biaya yang menarik dan berbagai inisiatif pembiayaan ditawarkan untuk mengurangi biaya awal," kata Fariz Abdul Aziz, Mitra, dan Rachel Chiah, Senior Associate di Skrine.
Program NEM adalah pendorong di belakang pertumbuhan atap surya di Malaysia. Di bawah sistem ini, konsumen dapat menghasilkan listrik untuk keperluan mereka sendiri dan mengirim kelebihan daya ke jaringan. Skema ini telah terbukti sangat populer sehingga Ministry of Energy and Natural Resources Malaysia telah meluncurkan edisi ketiga pada tahun 2021, yang dikenal sebagai NEM 3.0, dengan total kapasitas 400 megawatt (MW) yang tersedia untuk konsumen domestik, pemerintah, dan fasilitas komersial dan industri .
“Kebijakan [ini] telah menyebabkan putaran investasi baru di instalasi surya pada atap (komersial dan perumahan) dan skala utilitas surya. Investasi baru tersebut dipandang oleh pengamat sebagai metrik sekaligus sumber energi yang membuat negara menjadi lebih hijau,” kata Renato Lima-de-Oliveira dan Mathias Varming dari Friedrich Naumann Foundation.
Kebangkitan dan munculnya tenaga surya
Atap surya bukan satu-satunya manfaat dari upaya Malaysia menarik investasi tenaga surya. Pada Oktober tahun lalu, negara itu membuka pembangkit surya terapung berskala besar pertamanya yaitu pabrik 13 MW di Dengkil, Selangor. Pabrik tersebut memiliki lebih dari 38.700 panel surya dan dibangun di atas danau bekas penambangan yang akan menghasilkan energi, cukup untuk memberi daya pada 5.800 rumah tangga. Setengah tahun kemudian, pada bulan April 2021, konsorsium lain menyatakan bahwa mereka akan membangun dua pembangkit tenaga surya terapung 30 MW di Kelantan. Setelah selesai, proyek 60 MW akan menjadi pembangkit tenaga surya terapung terbesar di Asia Tenggara dan terbesar kedua di Asia setelah Cina.
Selain itu, Negara Bagian Johor telah merilis pengembangan Sultan Ibrahim Solar Park seluas 450 MW di Penerang, yang akan menjadi proyek terbesar di wilayah tersebut. Proyek, yang merupakan bagian dari Johor Sustainable Development Plan 2030, menandai investasi pertamanya sebagai energi terbarukan berskala besar.
“Di sana terus ada banyak fokus pada energi bersih, khususnya pengembangan energi yang dihasilkan matahari mengingat lokasi geografis Malaysia. Dari sudut pandang peraturan, setelah pengumuman Laos-Thailand-Malaysia-Singapore Power Integration Project pada 20 Oktober 2020, Komisi Energi telah mengeluarkan pedoman yang menetapkan kerangka kerja untuk penjualan listrik lintas negara ke Singapura dan Thailand. Perkembangan ini, serta inisiatif serupa di negara-negara tetangga, telah menghasilkan minat besar dalam mengeksplorasi proyek-proyek yang ditujukan untuk pasokan energi bersih lintas negara,” kata Aziz dan Chiah.
Namun, transisi energi Malaysia masih menghadapi serangkaian tantangan. “Biaya tenaga surya telah turun secara dramatis, tetapi pembangkit tenaga surya tetap bervariasi dan berjangka sehingga opsi penyimpanan dengan biaya rendah menjadi sesuatu yang memadai. Opsi Malaysia untuk mengirim energi terbarukan terhambat oleh kurangnya infrastruktur, yang akan membutuhkan waktu untuk diatasi,” kata Lima-de-Oliveira dan Varming.
Profitabilitas yang rendah juga menjadi masalah. Data Fitch Solutions menunjukkan bahwa harga penawaran untuk lelang tenaga surya terus menurun. Selama lelang ketiga yang diadakan pada Mei 2020, tawaran pemenang berkisar dari MYR0.1850 per kilowatt-jam (kWh) untuk proyek 10-MW hingga 30-MW dan MYR0.1768 / kWh ke MYR0.1970 / kWh untuk 30-MW ke proyek 50-MW.
“Menekan margin dan ketersediaan lahan yang sesuai merupakan hambatan utama. Karena penurunan harga panel dalam beberapa tahun terakhir dan meningkatnya persaingan, tarif yang ditawarkan oleh penawar terpilih untuk proyek-proyek tenaga surya telah mengalami pengurangan dramatis. Masih harus dilihat apakah kenaikan biaya panel akan diikuti harga tarif atau malah menyebabkan margin yang lebih tipis,” kata Aziz dan Chiah.
Meski demikian, para ahli optimis bahwa ledakan energi surya Malaysia akan terus berlanjut. "Dukungan regulasi yang kuat dan peningkatan pembiayaan untuk sektor surya, serta keberhasilan tender surya yang berkelanjutan, kami garis bawahi bahwa Malaysia memang menjadi tujuan investasi yang menarik bagi developer energi terbarukan," kata Fitch Solutions dalam sebuah laporan. “Sementara kami mengharapkan beberapa sinyal dalam jangka pendek untuk menimbang pertumbuhan pada tahun 2020, yang berasal dari pandemi COVID-19 dan ketidakpastian politik yang sedang berlangsung, kami berharap sektor ini akan pulih mulai tahun 2021 dan melihat pertumbuhan yang lebih kuat di tahun-tahun mendatang."
"Kita mungkin akan melihat minat yang berkelanjutan dalam proyek-proyek tenaga surya," ungkap Aziz dan Chiah. “Pemerintah Malaysia baru-baru ini menyatakan bahwa mereka memandang matahari memiliki potensi tertinggi untuk meningkatkan pangsa energi terbarukan dalam bauran kapasitas daya, dan kemungkinan akan ada lebih banyak peluang yang datang untuk investasi dan mrngembangkan proyek-proyek tenaga surya."
Paket campuran
Malaysia juga mengincar sumber terbarukan lainnya untuk mendiversifikasi bauran energinya. Pemerintah telah mengeluarkan rencana untuk membangun enam pabrik waste-to-energy, dan tender telah dikeluarkan untuk dua proyek ini. Petronas juga dilaporkan tengah meningkatkan investasi hidrogen sebagai bagian dari tujuan nol emisi.
“Pengumuman usulan pengembangan jalur perkotaan bertenaga hidrogen di Kuching, Sarawak telah dilihat sebagai sinyal yang jelas bahwa pemerintah serius dalam mengeksplorasi kelayakan hidrogen sebagai sumber kebutuhan energi negara dan telah dipandang secara positif oleh pasar mengingat bahwa hidrogen telah diidentifikasi oleh sejumlah negara lain sebagai sumber energi terbarukan yang layak pada masa depan,” Ucap Aziz dan Chiah.
Peraturan lain dan insentif pembiayaan juga telah diberlakukan untuk mendorong investasi dalam energi terbarukan. Misalnya, Tunjangan Pajak Investasi Hijau dan insentif Pembebasan Pajak Penghasilan Hijau akan diperpanjang hingga 2025, sedangkan Skema Pembiayaan Teknologi Hijau 3.0 akan dijamin oleh perusahaan asuransi negara Danajamin di MYR2b (USD485m).
“Pemerintah juga berupaya meningkatkan perdagangan energi hijau dengan sektor swasta sambil berencana meluncurkan Renewable Energy Transition Roadmap 2035. Roadmap ini merupakan bagian dari tujuan pemerintah untuk meningkatkan pangsa energi terbarukan negara dalam bauran listrik hingga 20% pada tahun 2025. Hal ini sejalan dengan Rencana Pengembangan Pembangkit untuk 2020-2030, di mana mereka berkeinginan membangun kapasitas yang lebih terbarukan untuk menggantikan pembangkit listrik termal yang turun. Kami percaya bahwa peta jalan akan berisi ketentuan dan tindakan yang lebih spesifik untuk mempercepat pertumbuhan energi terbarukan, dan dapat mencakup strategi seperti perdagangan listrik peer-to-peer atau transisi menuju pasar sertifikat wajib energi terbarukan,” Fitch Solutions mencatat.
Pandemi COVID-19 tidak mungkin mengurangi nafsu Malaysia akan energi terbarukan, tetapi pandemi kemungkinan akan menyebabkan penundaan proyek. “Perusahaan lebih menekankan tujuan lingkungan, sosial, dan tata kelola sekarang. Hal tersebut, ditambah dengan pembangunan infrastruktur yang menjadi stimulus ekonomi yang populer terutama di negara-negara berkembang seperti Malaysia, semua telah memicu peningkatan investasi dalam proyek-proyek energi terbarukan. Pasar energi Malaysia sebenarnya cukup aktif akan hal tersebut,” jelas Aziz dan Chiah.
“Namun, mengingat adanya pembatasan sosial serta gangguan dalam perdagangan, proyek-proyek yang sedang dikembangkan telah dipengaruhi oleh biaya yang lebih tinggi dari panel impor dan biaya pengembangan yang juga lebih tinggi dari yang diharapkan serta adanya penundaan. Akibatnya, proyek-proyek tertentu mungkin tidak akan memenuhi tanggal operasi yang ditargetkan semula."
Sisi gelap
Melalui campuran insentif keuangan dan harga yang menarik, Malaysia telah membuat keuntungan besar dalam meningkatkan pangsa energi terbarukan dalam waktu singkat. Meskipun demikian, di bawah permukaan, batubara masih berkuasa di bauran energi di Malaysia — dan para ahli memperingatkan bahwa lebih banyak yang harus dilakukan jika negara tersebut ingin memenuhi target energi terbarukan.
"Malaysia, secara paradoks, mencatat peningkatan batubara dan energi terbarukan dalam matriksnya," jelas Lima-de-Oliveira dan Varming. “Analisis statistik pemerintah mengungkapkan bahwa, selama bertahun-tahun, Malaysia menjadi makin bergantung pada batubara impor dan bahan bakar fosil. Sebagai bagian dari pembangkit energi listrik, batubara memasok 46% dari total 150.442 gigawatt-jam pada tahun 2016. Penggunaan batubara yang tinggi tetap berlangsung meskipun tersedia gas alam dalam negeri dan komitmen untuk meningkatkan energi terbarukan menjadi paradoks tersendiri di bauran energi Malaysia saat ini."
Lima-de-Oliveira dan Varming berpendapat bahwa dalam jangka pendek, Malaysia harus fokus mengganti batubara dengan gas alam. “Sementara batubara umumnya lebih terjangkau daripada gas alam karena hampir dua kali lipat polusi. Selain itu, gas alam lebih cocok untuk memainkan peran pendukung untuk energi terbarukan yang berselang karena umumnya lebih murah untuk siklus pembangkit listrik gas gabungan daripada pembangkit listrik tenaga batu bara dengan skala yang sama, dan gas juga dapat digunakan untuk memberi daya pada mesin pembakaran yang lebih kecil, dirancang khusus untuk fleksibilitas dan hal ini memiliki permintaan yang tinggi," kata mereka.
“Namun, penggantian batubara untuk gas alam saja tidak akan cukup untuk memastikan Malaysia mengurangi risiko dan memanfaatkan peluang transisi energi global. Pemerintah juga perlu menerapkan kebijakan untuk memastikan bahwa Malaysia dapat beradaptasi, termasuk mengurangi ketergantungan pada pendapatan fiskal dan memanfaatkan peluang baru untuk teknologi baru. Mengganti batubara dengan gas ibarat buah yang menggantung rendah dan lebih dari itu, pemerintah harus mengembangkan kebijakan untuk beradaptasi dan memanfaatkan peluang transisi energi, ” ucap mereka.