Akankah kesulitan pendanaan mematikan prospek tenaga surya Singapura?
Bank tidak tertarik memberikan pinjaman kepada pemain kecil.
Jika impian tenaga surya Singapura tidak berhasil, bank-banknya harus memberikan penjelasan. Singapura secara agresif meningkatkan kapasitas energi matahari, tetapi akses yang tidak memadai ke pendanaan untuk perusahaan pembangkit tenaga surya, menjadi penghalang yang signifikan untuk agenda energi terbarukan negara tersebut.
“Tantangan utama untuk pembiayaan tenaga surya di Singapura adalah ketidakakraban beberapa lembaga keuangan dengan model bisnis terbarukan PV surya sekaligus ketidaktahuan yang cenderung meningkatkan penghindaran risiko dan mengurangi persyaratan pembiayaan yang kompetitif,” Ujar Camillus Yang, vice president, corporate development and finance Sunseap, sebuah perusahaan lokal penyedia energi bersih.
Jacqueline Tao, energy analyst dari Energy Studies Institute (ESI), mencatat bahwa UKM PV surya biasanya menghadapi biaya pembiayaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemain pembangkit listrik konvensional. Misalnya, pemain energi yang lebih besar memiliki rasio utang terhadap ekuitas 50/50, jauh lebih rendah dibandingkan dengan 70/30 untuk UKM PV surya.
“Sementara itu, biaya ekuitas untuk pemain tradisional hanya sebesar 6%, sedangkan untuk UKM berkisar dari 9% hingga 15%. Bank juga mengenakan suku bunga 4% untuk pemain konvensional dengan peringkat kredit Baa, tetapi UKM harus bergulat dengan suku bunga setinggi 5,6%. Perusahaan yang lebih besar juga dapat memanfaatkan pasar obligasi, yang tidak memungkinkan bagi UKM PV surya karena pembatasan ukuran,” katanya.
Matthew Peloso, CEO perusahaan pembangkit energi surya Sun Electric, mengatakan bahwa mereka biasanya harus memberikan penjelasan terperinci tentang model unik bisnis mereka setiap kali mereka mendekati bankir untuk mendapatkan pinjaman.
“Model kami membutuhkan penjelasan dan pemahaman dari pihak lembaga keuangan. Selain itu, ada pasokan modal yang relatif rendah ke arah inovasi baru yang lebih berisiko tetapi menawarkan pengembalian yang lebih tinggi,” jelasnya. Model bisnis Sun Electric melibatkan dan menghubungkan pemilik atap dengan pelanggan energi bersih.
Peloso menambahkan bahwa biaya yang berpotensi lebih tinggi untuk perusahaan tenaga surya sebagian diimbangi oleh dukungan yang baik dari berbagai hibah publik dan swasta Singapura, serta minat dalam mendukung pengembangan teknologi, yang dapat menjembatani bagian dari kesenjangan pendanaan awal.
“Poin lain yang dapat dibuat adalah mengenai ukuran aset dan biaya untuk lembaga keuangan. Karena biaya tetapnya, lembaga ingin mendanai proyek besar. Mengingat bahwa tenaga surya merupakan hal baru dan akan terus tumbuh, investasinya berada dalam kisaran rendah dari pembiayaan modal. Hal ini merupakan situasi sementara,” katanya.
Meskipun ada kesulitan, Peloso mencatat bahwa industri ini membuat kemajuan dalam hal meningkatkan akses ke pendanaan untuk UKM surya.
“Bank lokal telah bekerja keras untuk memberi kami paket biaya yang cukup hemat. Namun, karena kami adalah sesuatu yang baru, perlu waktu untuk menganalisisnya. Saya tidak dapat mengungkapkan detail lengkapnya tetapi fasilitasnya akan cukup dekat dengan biaya utilitas konvensional. Kami membuat kemajuan," jelasnya.
Sementara itu, Yang dari Sunseap berbagi bahwa UKM PV surya harus mencari cara baru untuk mendapatkan pendanaan untuk menurunkan biaya.
“Untuk pembiayaan solar di Singapura dan kawasan, Sunseap bekerja menuju ekosistem keuangan yang lebih berkelanjutan dari sekuritisasi yang didukung aset untuk proyek-proyek yang telah selesai atau pembiayaan proyek portofolio jangka panjang ditambah dengan konsep fasilitas kredit bergulir untuk proyek-proyek konstruksi. Ekosistem ini membantu menurunkan LCOE, memungkinkan perputaran modal, dan mendorong skalabilitas untuk adopsi PV surya yang lebih besar ke wilayah tersebut. Kami berharap dapat meluncurkannya segera di paruh kedua 2016,” katanya.