5G Singapura bersama pemerintah mendorong penggunaan energi terbarukan untuk pusat data
Perusahaan pusat data telah meredam harapan untuk sumber energi hijau, tetapi peluang masih ada .
Meskipun operator pusat data di Singapura kurang optimis terhadap energi matahari dan angin sebagai sumber energi utama mereka pada tahun 2025, dukungan dari pemerintah dan pengenalan 5G akan menawarkan peluang bagi sektor energi terbarukan di negara atau kota tersebut.
Menurut laporan survey Vertiv, responden pusat data di Singapura memproyeksikan bahwa sekitar 21% daya pusat data mereka akan berasal dari matahari dan angin pada tahun 2025, turun tajam dari proyeksi 34% pada tahun 2014. Sementara bahan bakar akan terus memberi daya pada pusat data mereka, 15% percaya itu akan dari minyak bumi, 14% mengatakan gas alam. Sekitar 13% memilih energi matahari, dan 8% hidroelektrik.
Country manager Vertiv Singapura, Hitesh Prajapati, melihat hal ini sebagai harapan untuk lebih realistis sekaligus tetap optimis meskipun lebih memperhatikan kelayakan dan manfaat ekonomi dari pemanfaatan matahari dan angin sebagai sumber energi reguler.
"Untuk responden Singapura khususnya, pemeriksaan riil pada adopsi terbatas energi matahari pada industri dan kurangnya pilihan layak pada energi angin yang mungkin menjadi pemicu utama peredam optimisme," kata Prajapati dalam wawancaranya dengan Asian Power.
Dia mencatat bahwa pencarian kelayakan komersial dalam menggunakan energi terbarukan untuk pusat data merupakan sebuah tantangan tersendiri, tetapi bukanlah tidak mungkin, dan dia berharap bahwa lebih banyak inovasi dan pengembangan di sekitar sumber energi berkelanjutan dalam sektor ini akan muncul ketika perusahaan pusat data mengatur dan berbagi praktik yang terbaik.
“Inti dari industri pusat data adalah pencarian efisiensi konsumsi daya. Dari TI hingga fasilitas infrastruktur, industri telah secara konsisten meneliti dan berinvestasi pada inovasi dan teknologi baru untuk mencapai tujuan ini,” katanya.
Peningkatan 5G
Terlepas dari adanya harapan yang diredam, peluang tetap ada untuk energi terbarukan berkembang di pusat data. Pada 2019, Infocomm Media Development Authority (IMDA) meluncurkan lelang untuk spektrum 5G. Pemenang, yang telah dipilih pada bulan April, akan meluncurkan jaringan Standalone (SA) mulai Januari 2021, menyediakan cakupan untuk setidaknya setengah dari Singapura pada akhir 2022, dan meningkatkan cakupan nasional pada akhir 2025.
Di antara sektor-sektor yang akan memperoleh keuntungan begitu teknologi diluncurkan adalah sektor listrik. Khususnya, salah satu penggunaan 5G yang diantisipasi secara luas adalah smart grid, jaringan listrik yang dilengkapi dengan otomatisasi, sistem komunikasi dan TI, yang dapat memantau aliran daya pada titik yang berbeda dan memodulasi pembangkit dan distribusi daya agar sesuai dengan berbagai beban secara real time.
Prajapati percaya bahwa setelah diterapkan, akan sangat meningkatkan efisiensi distribusi daya, serta memberikan transparansi yang lebih besar kepada pengguna atas konsumsi daya mereka. Terlebih lagi, akan memungkinkan komunikasi yang cepat antara perangkat pintar dan fasilitas.
“Dengan konektivitas ini, manufaktur, transportasi, perawatan kesehatan, layanan pemerintah dan fungsi lainnya yang dapat dilengkapi dengan kemampuan cerdas, merupakan langkah signifikan menuju tujuan negara untuk menjadi smart nation atau negara cerdas. Dikombinasikan dengan berbagai pusat data tepi yang terdistribusi, jaringan 5G memiliki potensi untuk memungkinkan penyedia memberikan layanan hingga mil terakhir tanpa penurunan kualitas atau latensi,” kata Prajapati.
Inisiatif pemerintah
Hal lain yang membantu sektor energi terbarukan adalah penerapan Carbon Pricing Act (CPA), yang mendorong pemantauan emisi gas rumah kaca dari fasilitas industri. Mereka yang mengeluarkan lebih banyak gas rumah kaca diatas ambang batas yang ditetapkan diharuskan membayar pajak karbon, sementara mereka yang mengejar praktik yang terbarukan dan hemat energi mendapatkan insentif pajak.
Prajapati berkomentar bahwa saklar akan membantu meringankan biaya energi pusat data yang dioperasikan secara komersial. "Lagipula, beralih ke sumber energi terbarukan menempatkan mereka pada posisi yang menguntungkan pada indeks keberlanjutan," kata Prajapati.
Dengan insentif bisnis yang kuat untuk membuang energi yang lebih sedikit dan menerapkan strategi untuk optimalisasi energi, perusahaan pusat data didorong untuk berinvestasi dalam teknologi hemat energi seperti infrastruktur pendingin yang efisien atau alat manajemen pusat data untuk memantau dan mengelola pemanfaatan energi di berbagai titik fasilitas mereka.
Mayoritas sumber energi Singapura berasal dari gas alam, tetapi pusat data masih dapat menggunakan perjanjian pembelian daya dan kredit karbon sambil mengambil inisiatif untuk beralih ke sumber energi terbarukan. Prajapati mengutip Singtel, yang telah mendedikasikan sebagian kecil sumber energinya dari panel surya untuk memberi daya pada pusat data mereka.
Selain itu, pemerintah menyatakan rencana pada tahun 2019 untuk mengubah pasokan energi kota selama 50 tahun ke depan dengan memanfaatkan apa yang disebut 4 Switches — menuju gas alam, surya, jaringan listrik regional, dan alternatif rendah karbon.
Ada juga banyak pusat data yang mendapatkan Tanda Hijau persetujuan dari Building and Construction Authority and Infocomm Development Authority of Singapore (BCA-IDA), sistem penilaian yang mendorong pusat data untuk mengadopsi desain yang lebih hemat energi dan operasi serta manajemen yang sistematis dalam pusat data.
“Dengan dorongan dari pemerintah, akan ada kesadaran yang meningkat dan gerakan menuju energi terbarukan. Dengan Program 4 Switches, pemerintah dan sektor bisnis akan terus berkolaborasi dan mengeksplorasi opsi yang layak untuk sumber energi yang lebih bersih dan terbarukan,” kata Prajapati.
Tenaga surya khususnya disebut sebagai sumber energi terbarukan paling menjanjikan di Singapura. Dengan cuaca tropis negara itu, pemerintah telah membuat rencana untuk beberapa penyebaran energi matahari lebih dari tujuh kali pada tahun 2030.
"Sebagai pengadopsi awal, Singapura dapat menjadi dasar untuk inovasi dalam teknologi hemat energi saat bergerak menuju target penyimpanan energi 200MW pada tahun 2025," tambah Prajapati.